Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Menata Ulang Rezim Kesejahteraan Pasca Bencana Musim Penghujan

 Oleh : Ahmad Kharis, M.A.Dosen Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah IAIN Salatiga

         Pemerintah (Eksekutif, Legislatif & Yudikatif) sebagai pusat otonom pembuat kebijakan memiliki kekuatan penuh merancang, menguji dan menetapkan sebagai undang-undang. Pengaturan yang dibuat pemerintah secara terminologis salah satunya berasal dari jajak pendapat masyarakat sebagai bahan kajian diskusi dalam sidang parlemen. Sepatutnya kebijakan itu dipahami masyarakat secara komprehensif lalu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Namun sebelum kebijakan disahkan oleh pemerintah, sebelumnya telah memasuki masa ‘godog’ adalah silang gagasan, ide, pemikiran dan ilmu pengetahuan untuk mencapai derajat sempurnaan keberpihakan rakyat.

           Seperti kebijakan lingkungan berbasis Standar Internasional untuk sistem manajemen lingkungan telah diterbitkan pada bulan September 1996 adalah ISO 14001. Standar Internasional 14001 merupakan sistem manajemen lingkungan yang berisi tentang spesifikasi persyaratan dan panduan untuk penggunanya. Kemudian diadopsi oleh Pemerintah Indonesia ke dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi SNI-19-14001-1997 (Machmuddah et al., 2017). Hal ini digunakan bagi dunia bisnis di Indonesia menunjukkan praktek berkelanjutan sebagai best practice internasional melalui Sistem Manajemen Lignkungan (SML). Pembaharuan dilakukan pemerintah dengan menerbitkan ISO 14001:2015 dimana memiliki integrasi cakupan poin tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) (Ernawan, 2021). Hal ini sesuai dengan Lampiran Peraturan Presiden Republik Indoensia Nomor 59 Tahun 2017.

           Jelas terpampang pada regulasi yang diterbitkan oleh komitmen dunia usaha internasional (World Business Council for Sustainable Development/WBCSD). Bahwa standar internasional pengelolaan lingkungan ini mengedepankan kesejajaran proses bisnis dan lingkungan atas pertimbangan risk dan opportunities, antara lain dari produk, jasa, kegiatan organisasi. Lebih detil standar ini wajib mempertimbangan perspektif hidup baru (Life Cycle Perspective) yaitu ekstraksi bahan baku, pengiriman, distribusi, produksi, distribusi, penggunaan, after non-reuseable dan pengolahan akhir. Pada inti pertimbangan hidup baru bagi organisasi bisnis adalah menyelamatkan lingkungan sebagai etika tanggung jawab setelah mengambil manfaat alam secara sporadis.

 
           Memasuki masa globalisasi penuh tantangan dan persaingan tidak bisa dihindari oleh negara manapun termasuk Indonesia. Berbagai aspek persaingan yang tersaji akan berdampak profit naik bahkan timbul masalah sosial baru. Bergulir surat ijin proyek nasional seperti perluasan lahan produksi, pembukaan lahan tambang baru, konversi alih guna pangan. Sebagai gambaran perusahaan yang bergerak komoditas sawit di Sulawesi Tengah telah menghantui masa depan masyarakat lokal. Seiiring datangnya perusahaan di salah satu desa secara pelan menyingkirkan warga dari tanah leluhurnya, mereka akan kehilangan rumah tinggal atas tanah bertahun-tahun.

           Kepemilikan lahan masyarakat desa tidak lagi memiliki lahan kosong untuk ditananami komoditas pangan khas mereka untuk kebutuhan makan. Karena sejumlah lahan milik warga dikonversi menjadi lahan kelapa sawit melalui sebuah program kemitraan perusahaan dan masyarakat. Setelah perusahaan berdiri dan operasionalisasi berjalan justru timbul masalah baru menyebabkan keresahan masyarakat semakin memuncak dan menuntut tanggung jawab perusahaan. Kasus limbah buangan perusahaan telah mencemari udara dan menimbulkan bau tidak sedap meresahkan warga, mengusik ketenangan hidup rakyat kecil atas dampak proses bisnis. Kesulitan air bersih dialami warga sehari-hari akibat pembuangan limbah mencemari sumber air desa. Ironisnya, warga terpaksa mengkonsumsi air berminyak dan berbau untuk mandi, memasak, minum dan kebutuhan lain.

           Bergeser ke selatan memasuki ibukota ada perusahaan yang melakukan eksploitasi lingkungan menggunakan bom/dinamit untuk peledakan tanah alih-alih  membuat terowongan tambang bawah tanah (Under Mining). Padahal aktifitas ini akan berdampak besar memungkinkan adanya reaksi gempa sepanjang patahan 3 lempeng adalah lempeng pasifik bergerak ke barat, lempeng eurasia bergerak ke arah selatan-tenggara dan lempeng filipina (Teguh, 2018). Jika antar lempeng saling bergerak, bergeser, memberi tekanan lalu pada satu titik akan menahan yang energi itu menjadi gempa bumi (Walhi, 2018). Tentu demikian akan menimbulkan dampak serius terhadap kerusakan lingkungan dan gangguan siklus lempeng, apabila aktifitas pertambangan dalam tanah terus-menerus dilakukan atas dasar peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, serta mengabaikan keselamatan warga.

           Lalu, bagaimana hubungan state-market-civil society dalam kasus diatas? Menurut konsep 3 aktor tatanan negara modern menjelaskan negara/state memiliki fungsi melindungi lingkungan hidup, menegakkan hak asasi manusia dan mengurus standar kesehatan dan keselamatan publik disamping membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan. Sedangkan sektor swasta/market berfungsi menjalankan industri, menciptakan lapangan kerja, memelihara lingkungan hidup dan menaati peraturan dan lainnya. Masyarakat madani/Civil Society berfungsi menjaga hak masyarakat terlindungi, mengawasi penyalahgunaan wewenang sosial pemerintah, sarana komunikasi antar anggota masyarakat dan pasar. Oleh karena itu, semakin sengit percaturan antar aktor muncul sosok regulator dibawah kuasa negara dan market begitupun negara dan masyarakat sipil sebagai input-distribute regulasi melalui legislatif/partai politik. Sedangkan aktor kelompok berhubungan langsung masyarakat sipil dan market seperti serikat buruh, organisasi pengusaha akan semakin tereliminasi berdasar kekuatan berupa kapital sosial, kapital ekonomi bahkan kapital politik.

 
Potret Bencana Musim Penghujan

             Indonesia mengalami situasi meluapnya air sungai hingga tanggul jebol mengakibatkan banjir antara tahun 2015-2020 sebesar 4940 kali (BNPB, 2020). Mengutip dari penjelasan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan pada tahun 2016 sebanyak 785 kali, tahun 2017 sebanyak 997 kali, tahun 2018 sebanyak 775 kali, tahun 2019 sebanyak 1.271 kali dan tahun 2020 sebanyak 596 kali. Analisa antara tahun tersebut paling besar terjadi banjir pada tahun 2019, sejumlah masalah terkait perubahan kondisi alam lingkungan seperti global warming, curah hujan tinggi, tanggul sungai jebol, kurangnya kawasan serapan air. Sisi lain, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebut data tumbunan sampah Indonesia mencapai 67,8 ton di tahun 2020 (KLHK, 2020). Jumlah sampah yang besar menjadi gambaran penyebab banjir seperti menghambat laju air dan menyumbat saluran air menuju laut lepas.

             Meskipun kebijakan terus bergulir pada gilirannya sangat susah menghentikan laju sampah semakin meningkat. Padahal regulasi pemerintah menekan populasi sampah seperti gerakan bawa tas belanja sendiri, mendaur ulang sampah, memilah sampah plastik semakin populis. Selanjutnya tanah longsor sebagai salah satu bencana musim penghujan sebanyak 447 kali kejadian (BNPB, 2020). Musim penghujan terjadi penyusupan air ke bagian tanah retak sehingga tanah cepat mengembang kembali sehingga menimbulkan gerakan lateral. Tumbuhan akan sangat berfungsi menahan arus air hujan yang turun ke tanah sekaligus mengikat tanah. Bisa dibayangkan semakin sedikit tumbuhan hidup maka akan semakin cepat air mengalir menimbulkan banjir dan tanah longsor. Meski Indonesia masuk 10 besar negara area hutan terluas di dunia, angka deforestasi di hutan sebesar 299,6 ribu hektar hampir 300 ribu hektar di luar hutan sekunder, artinya masih terjadi deforestasi di hutan primer sebagai ekosistem esensial termasuk menyimpan air (Purningsih, 2020).

 
Perempuan Sebagai Sumber Inspirasi

             Melalui perempuan sebagai basis gerakan mungkin membantu laki-laki dalam melestarikan lingkungan dan kehidupan sosial. Paham ini disebut ekofeminis adalah berangkat dari dominasi serta diskriminasi yang dialami lingkungan hidup dan perempuan yang bersumber dari akar masalah sama yaitu budaya patriarki (Bandungan et al., 2013). Bahwa perempuan diasosiasikan warga kelas kedua, mereka hanya terbatas urusan domestik seperti mengurus anak, menyelesaikan pekerjaan rumah, memuaskan laki-laki.

             Dari realitas itu perempuan sebagai korban suatu sistem bertumpu ketimpangan dan eksploitasi. Pembatasan personal memenuhi hak pendidikan, kesehatan, keselamatan menjadi persoalan kultur patriarki (Mustangin, 2017). Demikian terjadi pada alam, paham ini muncul sebagai reaksi protes atas opresi laki-laki. Upaya perubahan diinginkan perempuan sebagai representasi dan kepemimpinan gerakan lingkungan hidup. Kemunculan pemimpin perempuan seperti Sukinah (Kendeng Lestari), Mama Aleta (Adat Molo), Margini (Ratu Daur Ulang dari Riau), Swietenia (Aktifis Sampah Laut) dan Yosepha (Adat Mimika) (Kurniawan, 2020). Potret pahlawan perempuan Indonesia ini penting sebagai rujukan dan bahan perumusan rancangan kebijakan menuju Indonesia Sejahtera, Adil dan Makmur. Namun tanpa kebijakan efektif, Indonesia bisa saja menua sebelum muda bergairah dan jaya berdiri diatas kaki sendiri (berdikari).

 
Selamat Hari Perempuan Internasional

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *