Oleh: Ozi Setiadi
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik dari Pusat Studi Komunikasi dan Politik (Puskopol) Kudus
Pasca OTT KPK Bupati Kudus 26/7/2019, muncul banyak perbincangan publik. Salah satunya terkait dengan siapa yang diuntungkan atas penangkapan dan penetapan status tersangka Bupati Kudus oleh KPK? Bola liar ini bergulir deras di pikiran publik, sehingga memunculkan banyak spekulasi.
Spekulasi pertama, pihak yang diuntungkan atas OTT tersebut adalah Wakil Bupati Kudus. Mengapa? Sebab secara otomatis bila kepala daerah tidak dapat menjalankan tugas dalam kurun waktu yang lama, lebih lagi akibat persoalan hukum, maka ia digantikan oleh wakilnya. Penunjukan Wakil Bupati Kudus sebagai PLT bupati oleh Gubernur Jawa Tengah menjawab hal demikian. Ini menguatkan spekulasi publik bahwa keuntungan politis didapatkan oleh wakil bupati atas peristiwa yang dialami oleh bupati. Lebih lagi masa jabatan Bupati Kudus terbilang masih menyisakan waktu yang cukup panjang. Oleh karenanya, sangat mungkin bila kemudian Hartopo dilantik sebagai bupati menggantikan Tamzil. Akan tetapi, cepat lambatnya hal ini terjadi sangat bergantung pada kebutuhan dan lobi politik.
Spekulasi kedua, pihak yang paling diuntungkan adalah partai-partai politik. Mereka berkesempatan untuk melakukan renegosiasi akibat proses transisi wakil bupati menjadi PLT bupati, hingga dilantik sebagai bupati. Politik transaksional atau politik dagang sapi bisa muncul akibat hal ini. Tentu bukan hanya bicara jangka pendek, tetapi jangka menengah dan jangka panjang. Apalagi Hartopo memiliki peluang untuk diusung kembali pada periode berikutnya. Tidak sebagai wakil, melainkan sebagai calon bupati. Argumentasi apapun bisa dibangun. Atas dasar kesamaan platform dan lain sebagainya. Tapi apapun itu, partai politik dapat melakukan negosiasi-negosiasi politik yang tentu dapat memberikan keuntungan.
Ketiga, Media. Pemburu berita (baca : media) akan mendapatkan keuntungan atas pemberitaan kasus OTT KPK yang dilakukan Tamzil. Masyarakat yang haus akan informasi sangat mungkin mengakses sumber informasi untuk mengetahui perkembangan kasus yang melanda bupatinya. Akses terhadap sumber informasi ini tentunya menguntungkan media. Sebab media sangat berharap banyak pada pengakses mereka. Pertanyaannya, apakah media mendapatkan keuntungan atas akses tersebut? Rasanya pertanyaan ini tidak perlu dijawab.
Berbagai spekulasi yang beredar di tengah masyarakat menunjukan betapa rasa ingin tahu masyarakat amatlah besar. Akan tetapi, benarkah ketiga spekulasi yang dikemukakan di atas adalah pihak yang diuntungkan atas penetapan Bupati Kudus sebagai tersangka? May be yes, mau be no. Tapi yang konkret dan paling diuntungkan dalam hal ini adalah masyarakat Kudus.
Penetapan Bupati Kudus sebagai tersangka oleh KPK telah menghentikan sepak terjangnya di pemerintahan. Ini setidaknya telah meminimalisir praktik KKN yang terjadi di lingkungan daerah. Rakyat tentu sangat diuntungkan. Sebab bila praktik yang demikian tidak dihentikan oleh KPK, potensi kerugian bisa semakin besar. Rakyat Kudus akan kehilangan haknya akibat praktik korupsi itu. Bahkan kehilangan pelayanan publik yang memadai akibat jual beli jabatan yang memungkinkan diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi rendah.
Akhirnya, pihak yang diuntungkan atas peristiwa ini adalah rakyat. Meminjam istilah Jhon Locke dan JJ. Rousseau, yakni rakyat yang telah memberikan lebih dari sebagian kepercayaan dan haknya kepada negara untuk di kelola.