Tantangan Media Massa di Era Disrupsi, Bertahan atau Tenggelam?
Oleh: Muahmmad Lukman Ihsanuddin (Dosen Komunikasi Penyiaran Islam FDKI IAIN Kudus)
Era disrupsi digital telah mengubah berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk cara masyarakat mengonsumsi informasi. Media massa, yang selama puluhan tahun menjadi pilar utama penyebaran berita, kini menghadapi tantangan eksistensial yang serius. Gelombang penutupan perusahaan media dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal menjadi fenomena yang semakin sering terjadi. Pertanyaannya, apakah media massa mampu bertahan dalam badai ini, atau justru akan tenggelam?
Media Massa seperti di Ujung Tanduk, data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menunjukkan bahwa sepanjang 2023, lebih dari 20 media di Indonesia melakukan efisiensi besar-besaran, termasuk PHK ribuan karyawan. Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari menurunnya pendapatan iklan hingga ketidakpercayaan publik terhadap media.
Salah satu isu utama yang turut mempercepat tumbangnya media di Indonesia adalah persepsi ketidaknetralan dalam penyampaian informasi. Survei Edelman Trust Barometer (2023) menunjukkan bahwa hanya 48% masyarakat Indonesia yang mempercayai media sebagai sumber informasi yang netral. Angka ini menurun drastis dibandingkan lima tahun sebelumnya, yang mencapai 62%.
Dalam beberapa bulan terakhir, industri televisi nasional Indonesia mengalami gejolak signifikan dengan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di beberapa stasiun televisi terkemuka, termasuk NET TV dan ANTV.
PHK di NET TV Pada September 2023, NET TV mengumumkan PHK terhadap sekitar 30% karyawannya. PHK di ANTV Pada 18 Desember 2024, ANTV melakukan PHK massal yang menyasar seluruh karyawan di divisi produksinya, tanpa menyisakan satu pun pekerja. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap PHK massal di industri televisi Indonesia dari beberapa sumber penulis himpun, Krisis Finansial dan Utang, ANTV diduga menghadapi tantangan finansial signifikan, termasuk terlilit utang hingga triliunan rupiah. Perubahan Pola Konsumsi Media, Peralihan audiens ke platform digital dan layanan streaming menyebabkan penurunan rating dan pendapatan iklan bagi stasiun televisi konvensional. Kurangnya Inovasi Program, Kegagalan dalam menghadirkan konten yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan audiens masa kini turut mempercepat penurunan popularitas stasiun televisi.
PHK massal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja media dan masyarakat luas. Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, berharap perusahaan media tidak mudah melakukan PHK terhadap para pekerjanya. Situasi ini mencerminkan tantangan yang dihadapi industri televisi nasional dalam beradaptasi dengan perubahan lanskap media dan perilaku konsumen di era digital.
Penyebab Utama Disrupsi Media Massa di Indonesia
Dominasi Platform Digital, Perusahaan teknologi seperti Google dan Meta mendominasi pasar iklan digital di Indonesia. Menurut laporan eMarketer (2023), lebih dari 70% belanja iklan digital di Indonesia dialokasikan ke platform-platform tersebut, mengurangi porsi pendapatan media lokal.
Persepsi Ketidaknetralan Media, Banyak media di Indonesia dianggap berpihak pada kepentingan politik atau korporasi tertentu, sehingga kehilangan kepercayaan publik. Ketika media lebih sering mempublikasikan berita yang cenderung bias, masyarakat beralih ke media sosial atau platform lain yang dianggap lebih netral.
Persaingan dengan Konten, Gratis Konten gratis yang tersedia di media sosial dan platform daring membuat masyarakat enggan berlangganan media berbayar. Ini berdampak langsung pada pendapatan media yang bergantung pada model berlangganan.
Kurangnya Inovasi dan Adaptasi, Beberapa media di Indonesia gagal memanfaatkan teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan distribusi konten dan efisiensi operasional.
Bertahan di Tengah Disrupsi Untuk bertahan, media massa di Indonesia perlu mengambil langkah strategis:
Mengembalikan Kepercayaan Publik, Media harus kembali fokus pada prinsip-prinsip jurnalisme yang netral, independen, dan berbasis fakta. Transparansi dalam proses penyusunan berita juga dapat membantu membangun kembali kepercayaan publik.
Diversifikasi Pendapatan, Media perlu mengembangkan model bisnis baru, seperti monetisasi acara daring, konten eksklusif, atau kerja sama dengan komunitas lokal untuk menciptakan sumber pendapatan alternatif.
Mengadopsi Teknologi Digital, Investasi dalam teknologi seperti AI dan analitik data dapat membantu media memahami kebutuhan audiens serta menyediakan konten yang relevan.
Kolaborasi dengan Platform Lokal, Media dapat bekerja sama dengan platform teknologi lokal untuk menciptakan ekosistem yang mendukung keberlanjutan industri.
Media massa di Indonesia menghadapi tantangan berat di era disrupsi. Ketidaknetralan dalam penyampaian informasi menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi kepercayaan publik, sementara dominasi platform digital mengurangi pendapatan iklan media lokal. Namun, dengan komitmen terhadap jurnalisme berkualitas, diversifikasi pendapatan, dan adopsi teknologi, media massa masih memiliki peluang untuk bangkit.