Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

menepaki jejak hafalan: Kisah Inspiratif Kyai As’ad Abdul Hadi

Kyai As’ad Abdul Hadi

menepaki jejak hafalan: Kisah Inspiratif Kyai As’ad Abdul Hadi

 

KlikFakta.com – Di sebuah desa kecil di Jepara, tepatnya di Tengguli RT 1 RW 07 Kec. Bangsri, lahirlah K. As’ad Abdul Hadi pada 1 Februari 1964. Ia biasa akrab dipanggil Abah As’ad, Darah keilmuan mengalir deras dalam dirinya, warisan dari ayahandanya, KH. Abdul Hadi, dan ibunya, Sholehah Abdul Karim.

Ia adalah Seorang guru yang sangat sabar dan tawadlu’, sudah 20 tahun lebih ia mengajar Al-Qur’an Hadits, SKI, dan Fikih di MTs NU Tengguli. Lingkungan pendidikan agama yang kental sejak kecil telah membentuk karakter dan perjalanan hidup Abah As’ad hingga menjadi sosok yang menginspirasi ribuan orang.

Perjalanan Abah As’ad menuju kesuksesan diwarnai perjuangan tak kenal lelah. Putra kedelapan KH Abdul Hadi dan Ibu Sholehah Abdul Karim ini memulai pendidikan formalnya di TK TA Tengguli 01, kemudian MI Tamrinussibyan 01, MTS dan MA Hasyim Asy’ari Bangsri. Namun, pendidikan formal bukanlah satu-satunya yang ia tekuni.

Ia juga menghabiskan waktu berharga untuk mengaji Al Qur’an bersama ayahnya setiap habis Maghrib, karna dulu belum ada listrik ngajinya pakai dilah kuno.

Ia menghafal Al-Qur’an, dimulai sejak masa MTS. tanpa sepeda, ia berjalan kaki setiap hari, melewati jalanan becek saat hujan, untuk pergi ke sekolah dan pesantren.

Dulu ia suka main voli muter muter kampung, Godaan bermain voli hampir membuatnya menyerah, namun tekad kuat dan dukungan keluarga, ditambah persahabatan dengan teman-teman seperjuangan, membawanya hingga mengkhatamkan Al-Qur’an di kelas 2 Aliyah.

Setelah menyelesaikan pendidikan Aliyah, Abah As’ad melanjutkan mondok di Pondok Pesantren Majlis Ta’lim Al Hikmah Kajen. Di sana, ia berguru kepada KH Ahmad Minan Abdillah (Gus Minan), Tabarrukan Tasrih ngaji seperempat juz setiap hari dan mengkhatamkannya dalam waktu 6 bulan.

Kedekatannya dengan Gus Minan, yang juga murid kakak Abah As’ad, memberikan kesempatan untuk memperdalam ilmu agama. Selain mengikuti pengajian di pondok, Abah As’ad juga mempelajari kitab kuning bersama KH Abdullah Rifa’i Cebolek dan KH Ma’mun Muyyazin (menantu Mbah Abdullah Kajen). Setelah empat tahun di Kajen, meskipun memiliki keinginan mondok di Surabaya, atas saran kyainya, ia memilih menikah di usia 37 tahun dengan Ibu Maghfuriyah.

Kini, mereka dikaruniai tiga putri dan seorang putra: Umdatul Muna (guru di amtsilati), Muhammad Aufaqul Wafa (mahasiswa di Solo), Naila Rohihatan Abhariyah (kelas 2 Aliyah di Matholi’ul Falah Kajen), dan Ikhfina Amelia (kelas 4 MI).

Dari Abah As’ad, kita belajar arti pentingnya konsistensi dalam beribadah dan menjaga keimanan agar tetap kokoh. Seperti kata Abah As’ad “Dimanapun kamu belajar entah kuliah atau mengaji jangan sampai putus di tengah jalan, tekuni saja In Syaa Allah nanti ada berkahnya”.

 

Penulis:

Susi

Mahasiswa KPI Unisnu

Share: