klikFakta.com, JEPARA – Penarikan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) khususnya Rumah Sakit ke kas daerah atau APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) dinilai bertentangan dengan Undang-undang tentang Rumah Sakit dan Undang-undang Omnibus Law kesehatan. Hal itu dikatakan Direktur Eksekutif CSRC (Center for Strategi, Riset and Consulting), Wahyu Khoiruz Zaman, baru-baru ini.
Menurutnya, dalam Undang-undang tentang rumah sakit no 44 tahun 2009 pada pasal 51 dan Undang-undang omnibus law Kesehatan yang belum lama disahkan, pada pasal 191 jelas disebutkan secara gamblang bahwa pendapatan Rumah Sakit yang dikelola pemerintah seluruhnya secara langsung untuk biaya operasional rumah sakit dan tidak dapat dijadikan pendapatan pemerintah daerah.
“Dua Undang-undang itu sudah sangat jelas dan gamblang. Kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat sebagaimana amanat konstitusi,” kata Wahyu kepada wartawan.
Ditanya tentang Permendagri nomor 79 tahun 2018 pasal 95 yang membolehkan dana Silpa BLUD ditarik ke kas daerah. Ia menerangkan, bahwa peraturan Menteri tersebut terdapat sejumlah pasal.
“Tidak bisa diambil sepotong-sepotong saja. Pemanfaatan silpa BLUD untuk hal-hal yang mendesak, atas perintah kepala daerah dan itu ada kriteria-kriterianya. Itu pun di Permendagri. Jangan melupakan UU tentang RS dan Omnibus Law kesehatan,” terangnya.
Dia menilai, kriteria-kriteria yang dianggap mendesak tentu saja berkaitan dengan jenis program dan kegiatan yang menjadi skala prioritas. Tentu, kata dia, bidang Kesehatan adalah bidang yang menjadi prioritas lantaran menjadi hak dasar kebutuhan masyarakat, dibanding program kegiatan yang lain.
Redaksi/Aris S