Masa kanak-kanak merupakan masa dimana daya ingat seorang anak sedang bagus-bagusnya. Dimana seorang anak kecil hanya terfokus pada satu hal dalam pemikirannya. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk memberikan pengetahuan yang sangat berharga di usia emas tersebut.
Salah satu hal yang dapat mengisi ingatan seorang anak selain dengan belajar formal di sekolah adalah dengan menambah pengetahuan anak melalui pembelajaran di pondok pesantren. Biasanya, program pembelajaran yang ditawarkan di pondok pesantren meliputi dua macam, yaitu salafi dan tahfidz.
Pada masa ini program tahfidz lebih digemari di lingkungan masyarakat. Hal ini dikarenakan keinginan para orang tua memiliki seorang anak penghafal al-Qur’an yang memiliki kemuliaan tersendiri. Baik itu dalam pandangan masyarakat maupun dalam pandangan agama.
Menghafal al-Qur’an bagi kebanyakan orang bukan hal yang mudah. Melihat kuantitas jumlah surat dan ayat dalam al-Qur’an saja sudah menjadi momok tersendiri bagi beberapa orang. Untuk itu, bagi mereka yang menganggap menghafal itu sulit tidak akan berani mengambil pilihan untuk menghafal.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi orang-orang yang bertekad bulat untuk mewujudkan cita-cita sebagai penghafal al-Qur’an. Kesulitan apapun yang dihadapinya akan di sulap menjadi sebuah tantangan yang harus ditaklukkan.
Demi terwujudnya keinginan dan harapan besar, para orang tua memutuskan memberikan program pembelajaran tahfidz sejak usia dini. Anak-anak yang masih duduk di sekolah dasar mulai diperkenalkan dengan kehidupan pesantren beserta peraturan-peratuaran yang ada di dalamnya.
Seperti yang dijalani oleh seorang gadis kecil bernama Suryana. Ia mulai diperkenalkan dengan dunia pesantren sejak kelas 6 SD dan masuk dalam program pembelajaran tahfidz. Ia mengaku bahwa masuknya ia di program tahfidz adalah keinginan orang tuanya.
Setiap hari ia diharuskan menyetor sebanyak 1 sampai 2 halaman kepada ustadzah pengampu. Dia selalu mengikuti kegiatan yang ada di pesantren dari mulai setoran, murojaah, dan jam belajar. Tidak hanya itu, dia juga dituntut untuk membagi waktunya guna menghafal dan belajar untuk sekolah formal.
Pada gambar tersebut nampak Suryana sedang mempersiapkan hafalannya untuk disetorkan kepada ustadzah dengan cara disimakkan oleh santriwati lain. Hal ini bertujuan agar tidak ada kekeliruan saat mengajukan setoran di hadapan ustadzah.