Oleh : Ahmad Kharis*
Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah suatu komitmen bisnis untuk turut berkontribusi dalam membangun ekonomi berkelanjutan. Pihak perusahaan bekerja dan berinteraksi positif dengan karyawan, keluarga hingga komunitas yang ada di sekitar perusahaan tersebut. Hal ini tak lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup bersama. Dari definisi tersebut mengandung makna bahwa perusahaan membutuhkan pemahaman yang baik dan detail tentang kondisi masyarakat sekitar terhadap program yang akan diwujudkan. Salah satu kunci keberhasilan program adalah partisipasi masyarakat dan stakeholder terkait mempunyai kepentingan keterlibatan secara nyata.
Sedangkan tujuan dari pelaksanaan CSR menurut Frynas (2009) adalah untuk memenuhi regulasi, hukum dan aturan yang berlaku. Di Indonesia, peraturan yang mengatur Tanggung Jawab Sosial Perusahaan terdapat Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 ayat 4 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang berisi “Setiap perseroan wajib berkomitmen berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup dan lingkungan yang bermanfaat. Baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umum nya. Menurut peraturan tersebut mengandung makna masyarakat umum menjadi bagian dari pembangunan tak terkecuali perempuan menjadi actor memainkan peran merencanakan kebijakan, implementasi dan evaluasi.
Tulisan ini akan mengulas sedikit program CSR PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Tanjung Jati B Jepara. Salah satu program pemberdayaan unggulan yang diciptakan sebagai aksi kesadaran korporasi mewujudkan Good Corporate Governance. Langkah ini diambil mencerminkan budaya unggul dan senantiasa menyelenggarakan tatakelola bisnis yang sehat dan berkelanjutan/sustainability.
Program “Dotuman Angon” hadir di tengah masyarakat sebagai upaya perusahaan menangkap kearifan lokal. Budaya masyarakat sekitar perusahaan yang terbiasa menggembala kambing dijadikan branding program CSR perusahaan. Muncul intervensi dari perusahaan kemasyarakat menggandeng stakeholder terkait. Tokoh masyarakat, Pemuda, Badan Usaha Milik Desa dan Karang Taruna bergerak bersama menyusun perencanaan, implementasi dan monitoring evaluasi.
Pada tahun 2015 hadir program bernama SENTER (Sentra TernakTerpadu). Program ini merupakan kegiatan beternak terintegrasi aktifitas peningkatan ekonomi melalui operasional produksi biogas dan pupuk organik. Tujuannya agar mampu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Berawal bantuan pengguliran kambing sebanyak 62 ekor kambing kepada 8 kelompok ternak yang disebut tahap 1. Selanjutnya berjalan pada tahun 2016, pembentukan kelompok baru berjumlah 10 kelompok yang mana total keseluruhan mencapai 100 anggota. Bantuan pengguliran kambing diberikan sebanyak 50 ekor kambing yang disebut bantuan tahap 2. Menyusul setahun kemudian pada tahun 2017, perusahaan turut memperhatikan kekuatan sumberdaya manusia agar meningkatkan kompetensi beternak modern melalui pelatihan produksi biogas dan pupuk organik.
Tahun 2018 terjadi perubahan nama program SENTER menjadi DOTUMAN ANGON. Hal ini dikarenakan agar meyakinkan branding program mempunyai nilai filosofi lokalitas. Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan local perlu dilestarikan sebagai wujud nguri-uri falsafah hidup. Dilihat dari sisifilosofis, Dotuman memiliki kepanjangan nama yaitu Bondo, Tubanan dan Kaliaman. Desa yang bersandingan dengan perusahaan atau desa ring-1. Dotuman dalam bahasa jawa diartikan sebagai ketagihan. Sedangkan angon diambil dari bahasa jawa yang berarti beternak. Penciptaan nama Dotuman Angon mempunyai pesan kepada masyarakat sekitar perusahaan untuk melestarikan budaya leluhur, memiliki nilai-nilai filosofi dan mengukuhkan ekonomi masyarakat melalui beternak.
Progam yang dimulai tahun 2015 hingga sekarang ini sudah mempunyai kelompok sebanyak 18 kelompok dan anggota sebanyak 162 orang. Jika dilihat dari jenis kelamin bahwa seluruh anggota kelompok ternak memiliki jenis kelamin laki-laki. Kemudian pertanyaan nya, dimanakah peran perempuan dalam program Dotuman Angon ? dan Apakah perempuan tidak boleh memasuki arena yang didominasi system patriarki ?
Menurut Caplan (1987) menjelaskan Gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan dilihat dari selain unsure biologis namun terbentuk akibat proses social dan kultural. Sedangkan keberadaan perempuan menjadi urgen setiap kegiatan laki-laki terkait kuasa reproduksi, kuasa sektor domestic dan lainnya.Bahkan kesempatan perempuan mengakses fasilitas yang dialami menyeragamkan kebutuhan antara individu. Konteks pemberdayaan masyarakat tidak memandang alih status kelamin karena factor disebabkan biologis pemberian dari Tuhan. Sedangkan gender muncul di permukaan hingga masuk kesekat-sekat sempit karena proses dinamika konstruksi system patriarki. Partisipasi perempuan mendapatkan banyak tantangan, ini merupakan pelajaran yang berharga mewujudkan kesetaraan perempuan atas laki-laki.
Menurut data Badan Pusat Statistik dilansir dari liputan6.com menjelaskan, tahun 2016 tentang kesenjangan akses, partisipasi, control dan manfaat bagi perempuan, menjelaskan tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya 50,77 persen. Sedangkan jika dibandingkan dengan laki-laki mencapai 81,97 persen. Data ini menunjukkan ketimpangan semakin parah, kesetaraan gender dalam hal akses ekonomi belum tercapai maksimal. Perempuan dianggap layak mendapatkan korban akibat percaturan system patriarki. Perlu pengarus utamaan gender sebagai strategi komprehensif yang dilakukan secara sistematis, rasional dan terbuka untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Oleh karena itu langkah konkret seperti penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan harus memperhatikan perspektif gender.
Artikel ini bertujuan untuk mendorong CSR perusahaan memperhatikan nasib perempuan sebagai bagian actor pembangunan, menentukan kebijakan yang dihasil kan untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, perempuan sebaiknya mendapatkan kesempatan berpartisipasi dalam Program “Dotuman Angon”. Terlepas dari belenggu budaya primordial bahwa anggapan beternak tidak bias dikerjakan oleh perempuan, artinya hanya laki-laki saja yang mampu mennyelesaikan semua pekerjaan non-domestik. Selain itu, aktifitas teknis beternak seperti mencari pakan alternative tidak cocok dikerjakan perempuan karena anggapan diluar etika. Seperti memanjat pohon lamtoro atau petai cina. Disisi lain, perempuan akan menjadi rendah martabatnya jika berkumpul dalam satu organisasi dengan laki-laki.
Persepsi diatas akan turut menyumbang kesenjangan gender jika tidak secara perlahan dikikis oleh pihak berkepentingan. Justru memelihara perilaku disasosiatif akan berdampak buruk terhadap masa depan kaum tertindas. Seyogya nya ada langkah konkret perlu segera dilakukan mengakomodasi kepentingan perempuan menciptakan pembangunan bagi kaumnya. Mengingat Kabupaten Jepara menjadi daerah lahirnya tokoh pejuang perempuan Raden Ajeng Kartini. Kiprahnya memperjuangkan hak-hak perempuan atas penindasan system laki-laki. Begitu juga dengan progam pemberdayaan “Dotuman Angon” yang nyata memberdayakan laki-laki dan perempuan. Sehingga cita-cita Negara melalui peraturan perundang-undang mengamalkan nilai-nilai pancasila sila ke-5 berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
*Penulis adalah Pengajar di IAIN Salatiga