Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Pola Hidup Sedentari Bukan Cuma Dewasa, Anak Indonesia Ternyata Kurang Gerak

Group Of Young Children Running and playing in the park

KlikFakta.com – Ternyata bukan hanya orang dewasa yang mempunyai pola hidup sedentari. Laporan Active Healthy Kids Indonesia tahun 2022, rupanya skor aktivitas fisik anak Indonesia terendah.

Merujuk pada laporan itu, kategori aktivitas fisik keseluruhan dan bermain aktif akan Indonesia berada pada skor F alias terendah.

“Secara umum ternyata anak-anak di Indonesia itu tergolongnya sedentari,” kata psikolog anak dan keluarga, Saskhya Aulia Prima.

Ia mengutarakan hal itu dalam acara media launch NERF Challenge di Mal Gandaria City, Jakarta, Jumat (16/6/2023).

“Jadi, jarang berkegiatan secara aktif. Ternyata ya, kita pikir kayaknya anak-anak tuh enggak bisa diem, gerak melulu, tapi ternyata jamnya kurang,” katanya.

Pola hidup sedentari atau sedentary lifestyle, melansir Siloam Hospitals, merupakan pola hidup seseorang yang cenderung malas bergerak atau melakukan aktivitas fisik.

Sementara mengacu pada Kemenkes RI, sedentary lifestyle mengacu pada semua kegiatan di luar waktu tidur yang keluaran kalorinya sangat sedikit yakni kurang dari 1,5 METs.

Sebagai informasi, banyak risiko yang muncul dai pola hidup tak sehat satu ini.

Pertama, anak berisiko obesitas. Kurang bergerak akan membuat tubuh tidak mengolah makanan secara sempurna menjadi energi.

Walhasil, tubuh akan menyimpan energi dalam bentuk lemak. Lama-kelamaan lemak itu akan menumpuk dan menyebabkan obesitas.

Kedua, meningkatkan risiko diabetes. Ini terjadi apabila anak jarang bergerak namun terbiasa mengonsumsi makanan atau minuman manis serta tinggi kalori.

Ketiga, meningkatkan risiko penyakit jantung akibat penimbunan lemak di pembuluh darah arteri.

Keempat, memicu gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan hingga depresi.

“Inilah kenapa berkegiatan aktif ini pada anak perlu banget. Ada bapaknya, ada ibunya gitu. Everyone plays together (semuanya bermain bersama),” kata Saskhya.

Ia menyarankan agar pendamping anak, bisa orang tua atau kerabat, mengajak anak bermain dan aktif.

“Kalau (main) bersama-sama, kita udah tau bermain itu cara yang paling ideal buat orangtua dan anak buat saling berinteraksi dan berkoneksi,” katanya dilansir dari Liputan6.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *