KlikFakta.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan terjadi tren peningkatan jumlah perokok, terutama usia anak dan remaja, di Indonesia dalam rentang 2013-2019.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebut prevalensi perokok usia 10 hingga 18 tahun mencapai 7,2 persen. Kemudian jumlah itu naik pada 2018 sampai menyentuh 9,1 persen.
Hal ini tak bisa dipungkiri karena populasi penduduk yang besar hingga Indonesia menjadi pasar potensial bagi industri rokok.
“Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar merupakan pasar potensial bagi industri rokok,” kata Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu.
“Dalam kurun waktu lima tahun perokok usia anak dan remaja meningkat sekitar dua persen lebih. Kami tunggu hasil survei terbaru di 2023,” katanya.
Hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 di Jakata, Senin (29/5).
Selain secara nasional, terjadi peningkatan perokok anak dan remaja secara global. Berdasarkan hasil survei Global Youth Tobacco tahun 2019, terjadi peningkatan prevalensi perokok pada usia sekolah 13 sampai 15 tahun.
Besaran kenaikan itu sebesar satu persen, dari 18 persen jadi 19 persen.
Bahkan pada 2020 lalu, The Tobacco Atlas menempatkan Indonesia di posisi ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Posisi Indonesia ada di bawah Cina dan India.
Konsumsi rokok di masyarakat Indonesia memang tergolong besar. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021, pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengaluaran belanja protein.
“Belanja rokok terbesar kedua pengeluaran rumah tangga atau tiga kali lebih tinggi dari beli telur, daging ayam, dan lainnya,” kata Maxi.
Tak hanya itu, pada rumah tangga miskin, belanja rokok jadi pengeluaran terbesar kedua dengan besaran 11,9 persen.