Oleh Felice Margaretha
Mahasiswa Progdi Komunikasi Udinus Semarang
KlikFakta.com – Era modern saat ini adalah era di mana perkembangan teknologi digital semakin maju dan pesat serta tidak bisa dielakkan. Setiap orang yang memiliki smartphone, mayoritas, juga biasanya memiliki akun media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, dan lainnya. Situasi seperti ini merupakan contoh kelaziman yang dapat mengubah cara seseorang berkomunikasi. “Media” dan “sosial” adalah dua kata yang membentuk frasa “media sosial”. Hal ini dapat diartikan bahwa lebih banyak persentase penduduk Indonesia yang belum mengenal dunia digital dan aktif menggunakan internet dalam kehidupan sehari-hari.
Instagram menjadi satu-satunya platform media sosial yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh khalayak. Fitur lain yang ditawarkan Instagram antara lain Instastory, filter kamera, Instagram Live, Message on Instagram, dan video chat. Di Indonesia secara keseluruhan, 40% pengguna Instagram termasuk dalam kelompok usia 18-24 tahun, yang berarti wanita merupakan mayoritas pengguna. Di kawasan Asia Pasifik, pengguna Instagram yang aktif di jejaring sosial tersebut paling banyak di Indonesia.
Mahasiswa adalah orang yang paling sering menggunakan media sosial seperti Instagram di Indonesia. Berdasarkan hasil survei tentang seberapa sering wanita mengakses media sosial seperti Instagram, diketahui bahwa wanita lebih mungkin mengalami FOMO dibandingkan pria. Mahasiswa mengaku merasa gelisah, takut tertinggal informasi terkini dari aktivitas orang lain, dan sering mempertemukan instastory saat kampanye perkuliahan berjalan lancar. Selain itu, berdasarkan penelitian yang ada, mahasiswa mungkin kesulitan melakukan tugas sehari-hari ketika mereka tidak dapat mengakses situs media sosial seperti Instagram. Mereka bahkan mungkin melihat hidup mereka kurang menyenangkan saat hal ini terjadi. Perilaku-perilaku tersebut di atas menunjukkan bahwa sang mayor memiliki kecanduan media sosial. Dan akibatnya, mahasiswa semakin mengalami FOMO, yang juga dikenal sebagai “kecemasan media sosial”.
Takut ketinggalan, atau FOMO, adalah perasaan yang dimiliki seseorang tentang sesuatu ketika mereka tidak dapat mengakses informasi baru dari sumber tepercaya, orang asing, masyarakat umum, atau melalui media. Ini juga dapat digambarkan sebagai perasaan bahwa sesuatu yang negatif akan terjadi sebagai akibat dari tren saat ini atau fenomena media sosial baru. Ada kecenderungan untuk terus memindai media sosial untuk mencari berita atau peristiwa terkini, yang membuat seseorang merasa hampir kehilangan momen atau tren baru. Setiap kelompok yang menggunakan media sosial bisa mengalami ketakutan rasial semacam ini. FOMO akan terus mengalami konsekuensi negatif karena terus berkembangnya media sosial. Ini adalah masalah FOMO terbesar yang akan terus memengaruhi para pemimpin dan berdampak negatif pada penggunaan media sosial. Sekarang tren baru telah muncul, orang mungkin akan merasa perlu untuk diberitahu tentang hal itu karena mereka terus terlibat dalam aktivitas mereka sendiri. Kecanduan terhadap media sosial lebih mungkin terjadi ketika FOMO berada pada titik tertinggi sepanjang masa di kalangan mahasiswa.
FOMO adalah gejala kecemasan sosial, juga dikenal sebagai fobia sosial. Menurut penelitian psikologis, ada kebutuhan untuk terus berkomunikasi, tetapi itu tidak mendesak. Untuk itu, masyarakat terkadang mengalami rasa sedih ketika tidak dapat menggunakan media sosial secara tepat waktu atau dengan uang yang cukup, serta hal-hal lain yang tidak dapat terkoneksi dengan koneksi internet. Memanfaatkan media sosial secara sembrono dapat menyebabkan emosi tidak stabil dan kegalauan kecemasan. Jika ini tidak berjalan sesuai rencana, itu bisa mengakibatkan reaksi yang tidak menyenangkan, entah itu perayaan atau seseorang kehilangan kendali diri. Salah satu ciri FOMO adalah rasa takut tidak dapat menggunakan media sosial secara terus menerus yang dapat menyebabkan ketergantungan atau kecanduan terhadap media sosial. Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan media sosial di kalangan siswa dapat menyebabkan mereka mengalami kesulitan.
Marilah kita bermedia sosial secara proporsional sehingga tak menimbulkan kecenderungan kecanduan. Lebih-lebih mengalami fomo. (*)