Lima Warga Dimintai Keterangan, Status Ruas Jalan Yang Dicor Dipertanyakan (KF.Istimewa). |
Klikfakta.com, JEPARA – Lima warga Desa Pancur Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jumat (16/10) memenuhi panggilan penyidik Satreskrim Polres Jepara terkait aksi blokade akses jalan menuju lokasi tambang galian C di desa tersebut. Meski begitu, warga justru mempertanyakan upaya pemanggilan oleh pihak kepolisian lantaran tidak ada aset milik pengusaha tambang galian C asal Demak, Suryo HW yang rusak seiring aksi blokade tersebut. Aksi blokade warga di ruas jalan itu juga tak sepenuhnya menganggu aktivitas tambang galian C.
Lima warga yang dimintai keterangan itu adalah Muslikan, Mashadi, Harsono, Nasikun dan Jazeri. Kedatangan warga didampingi kuasa hukumnya Nur Sholikin dan Azka Najib dari Kantor Hukum Noer’s Law Office Semarang. Pemeriksaan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Dan rampung sekitar pukul 15.30 WIB.
Ditemui di sela-sela pemeriksaan, Muslikan mengatakan sebagai warga negara yang baik maka pihaknya memenuhi panggilan Polres Jepara. Pihaknya berharap pihak kepolisian juga bisa mengetahui duduk persoalan yang memicu aksi warga memblokade akses jalan menuju lokasi galian C di Desa Pancur.
“Kami taat hukum, makanya datang ke polres. Sekaligus juga mempertanyakan kenapa kami dipanggil?” tanya Muslikan, didampingi empat warga lainnya, Jumat (16/10/2020).
Seperti diberitakan, aksi blokade warga terjadi pada Jumat (9/10) lalu. Lalu pada Minggu (11/10), blokade berupa pengecoran tiga titik di ruas jalan itu dibuka oleh pihak pengusaha. Namun malam harinya, warga kembali memblokade ruas jalan yang berada di antara wilayah Desa Pancur dan Desa Datar Kecamatan Mayong tersebut.
Jajaran Satreskrim Polres Jepara menangani kasus aksi blokade warga ini setelah adanya laporan polisi bernomor LP/B/160/X/2020/Jateng/Res.Jpr tertanggal 12 Oktober 2020. Pada hari yang sama, pihak kepolisian juga menerbitkan surat perintah tugas Sp.Gas/136/X/2020/Reskrim. Selain itu juga diterbitkan surat perintah penyelidikan Sp.Lidik/115/X/2020/Reskrim.
Dasar yang dipakai polisi adalah pasal 162 UU RI No 3 tahun 2020, perubahan atas UU RI No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam beleid itu disebutkan ada ancaman pidana bagi setiap orang yang merintangi atau menganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR/SIPB yang telah memenuhi syarat-syarat.
Salah satu warga yang juga dimintai keterangan, Nasikun mengatakan aksi blokade jalan itu tak sepenuhnya menganggu aktivitas galian C. Lebar ruas jalan itu sekitar 6 – 7 meter. Dan warga hanya melakukan pengecoran di tiga titik yang berbeda. Atau dengan kata lain tidak seluruh lebar ruas jalan itu dicor. Sehingga kendaraan pribadi maupun truk juga masih bisa bisa hilir mudik di jalan tersebut.
Kuasa hukum warga Nur Sholikin menambahkan saat aksi blokade warga tersebut tidak ada aset milik pengusaha tambang galian C maupun fasilitas umum yang rusak. Sebab titik aksi blokade tersebut berjarak sekitar 700 meter dari lokasi tambang galian C. Tak hanya itu, status ruas jalan yang digunakan sebagai lokasi aksi tersebut juga tidak jelas. Apakah jalan milik pengusaha tambang, jalan desa atau jalan kabupaten.
“Ruas jalan itu sudah ada lebih dulu dibanding aktivitas tambang galian C. Warga juga sejak lama menggunakan akses jalan itu. Makanya kita juga mempertanyakan apakah jalan itu milik pengusaha tambang sehingga warga tidak boleh melakukan aktivitas di sana,” ujarnya.
Gus Nung – panggilan akrab Nur Sholikin- berharap pihak kepolisian tidak gegabah dalam menangani persoalan ini. Sebab akar persoalan ini lantaran kekecewaan warga seiring tidak adanya transparansi proses perizinan hingga sosialisasi terkait aktivitas tambang galian C tersebut. Padahal warga sendiri yang merasakan langsung dampak akibat aktivitas tambang tersebut. Mulai dari suara bising hingga debu yang beterbangan seiring hilir mudik truk galian C. Dan jika peternakan ayam juga jadi didirikan di lokasi galian C itu maka dikhawatirkan juga akan muncul bau menyengat hingga pemukiman warga.
“Aksi blokade warga itu sebenarnya akumulasi dari kekecewaan mereka. Warga sudah meminta adanya transparansi dari pemerintah desa tapi tidak ternyata diabaikan. Proses mediasi beberapa kali juga tidak ada titik temu sehingga muncul aksi itu. Mestinya pihak kepolisian bisa melihat peristiwa ini secara utuh,” tandasnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Jepara AKP Djohan Andika membenarkan, hari ini pihaknya memanggil sejumlah warga Desa Pancur untuk dimintai keterangan terkait aksi blokade akses galian C. Pemanggilan ini mendasarkan laporan yang diberikan oleh pemilik usaha galian C di Desa Pancur. Warga yang dipanggil, saat ini masih berstatus sebagai saksi.
“Statusnya masih saksi kami mintai keterangan,” kata Djohan saat dikonfrimasi via sambungan telepon.
Kendati demikian, Djohan belum bisa memberikan keterangan lebih detail ihwal proses pemeriksaan yang dilakukan oleh jajarannya. Pasalnya, saat ini ia masih dinas di luar kota. Namun dipastikan, akan ada tambahan saksi lainnya yang juga akan dimintai keterangan.
“Yang pasti, saksi lain juga akan kami konfirmasi,” pungkasnya.