Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Zonasi jadi Masalah, Menteri Pendidikan Ingatkan Manfaat Inklusi Sosial

diskusi strategis bertajuk “Njagong Bareng Pak Menteri”, bertempat di Pendopo Kabupaten pada Sabtu (30/11/2024).

KlikFakta.com, KUDUS – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Muti, menanggapi keluhan masyarakat terkait kebijakan zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Hal ini ia sampaikan di hadapan ratusan guru dalam diskusi strategis bertajuk “Njagong Bareng Pak Menteri”. Bertempat di Pendopo Kabupaten pada Sabtu (30/11/2024).

Ia menegaskan bahwa kebijakan ini masih relevan dengan berbagai manfaat sosial. Meski mekanisme pelaksanaannya terus dievaluasi.

“Semangat zonasi harus kita pahami. Ada empat tujuan utama kebijakan ini: pendidikan bermutu untuk semua, membangun inklusi sosial, memperkuat integrasi sosial, dan menciptakan kohesi sosial,” jelas Abdul Mu’ti.

Menurutnya, zonasi bertujuan memastikan semua anak, tanpa memandang latar belakang sosial, memiliki akses ke pendidikan berkualitas.

Ia juga menyoroti pentingnya inklusi sosial, di mana anak-anak dari berbagai kalangan dapat belajar bersama di sekolah yang sama.

“Sekolah harus menjadi meeting point dan melting point bagi semua murid, tempat mereka bertemu dan belajar dari satu guru serta kurikulum yang sama,” tambahnya.

Namun, Abdul Muti tidak menampik bahwa beberapa mekanisme zonasi, khususnya terkait jalur prestasi, masih menimbulkan kebingungan.

“Banyak aspirasi yang kami terima soal jalur prestasi. Ukuran apa yang menjadi dasar penerimaan siswa? Misalnya, apakah juara futsal di klub diakui, sementara juara nasional olahraga tertentu tidak? Ini wilayah abu-abu yang perlu panduan baku dari kementerian,” ungkapnya.

Selain itu, sistem zonasi berdasarkan domisili juga memicu pertanyaan.

“Ada yang bilang diukur pakai koordinat rumah dan gerbang sekolah, sampai ada istilah ‘bawa meteran’. Mekanisme ini perlu penyempurnaan agar lebih adil dan transparan,” ujarnya.

Ia menambahkan, terdapat usulan untuk menyesuaikan porsi zonasi sesuai jenjang pendidikan.

Untuk SD, porsi domisili mungkin diperbesar. Sementara untuk SMA, ada wacana menggantinya dengan sistem rayonisasi karena beberapa kecamatan tidak memiliki SMA.

Abdul Mu’ti memastikan bahwa evaluasi zonasi terus dilakukan. “Kami sudah empat kali melakukan pengkajian dan menerima banyak masukan. Namun, keputusan finalnya akan dibahas dalam sidang kabinet,” tuturnya.

Kebijakan ini, menurutnya, adalah langkah untuk mengatasi segregasi sosial. Di mana sekolah elit hanya diisi murid dari kalangan berada, sedangkan sekolah lainnya terpinggirkan.

“Semangat zonasi adalah menyatukan, bukan memisahkan,” tegasnya.

Ia mengajak masyarakat untuk memahami dan mendukung tujuan besar zonasi, sembari bersama-sama mencari solusi atas tantangan dalam pelaksanaannya.

“Kami akan terus memperbaiki mekanisme agar zonasi benar-benar memberikan manfaat yang maksimal bagi semua,” pungkasnya.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *