Revitalisasi Agama Melalui Pembangunan Sistem dan Pengadaan Moda Transportasi
Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil. (Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera)
Pembangunan sistem dan pengadaan moda transportasi dengan langkah memusatkan kembali kepada agama merupakan suatu keniscayaan. Masa lalu menjadi cerminan kesuksesan langkah pembangunan dengan merevitalisasi agama. Bukan tidak mungkin, semangat beragama akan mencapai suatu kesuksesan tiada tara bagi suatu program pembangunan.
Sila pertama sebagai pembuka empat sila lain dalam Pancasila berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa, memiliki poin pengamalan ketaqwaan kepada Tuhan sesuai dengan agama masing-masing, memungkinkan pembangunan sistem dan pengadaan moda transportasi dalam rangka revitalisasi agama.
Kontribusi banyak tokoh masa lalu dalam pembangunan dengan merevitalisasi agama dapat banyak ditemukan. Berbentuk bangunan dan berbagai karya tulis terbukti lebih lama dan berpengaruh besar dibanding hasil dari mengambil langkah dengan menyangsikan revitalisasi tersebut. Sebut contoh Para Nabi dengan misi suci untuk memperbaiki kondisi manusia setiap zamannya versus para musuh yang tentu pada akhirnya dikalahkan mereka semuanya. Berikut para pengikut dan penerus dengan usaha versus berbagai tipu daya masing-masing.
Maka, sudah saatnya langkah tersebut dilanjutkan sesuai dengan konteks kehidupan di negara Indonesia saat ini. Dalam pembangunan sistem dan pengadaan moda transportasi, revitalisasi agama dapat ditempuh melalui empat poin utama berikut:
Pertama, semangat atau spiritualitas. Penanaman dan penumbuhkembangan semangat agama sebagai langkah revitalisasi dengan mengamalkan ajarannya. Sebab spiritualitas berkaitan dengan jiwa, maka otomatis pengamalan agama adalah hal yang tidak dapat ditawar.
Spiritualitas khas agama akan membentuk kesadaran pada karunia Tuhan, termasuk transportasi. Maka hal terkait dengannya seperti selebrasi, pemanfaatan sampai pada kualitas (spiritualitas) penggunanya mutlak dibutuhkan. Artinya kesadaran tersebut tidak sebatas fisiologis dan nilai guna.
Kedua, simbolisasi. Langkah simbolisasi tersebut merupakan dengan membentuk/menampilkan simbol yang sesungguhnya yang sesuai dengan kondisi agama dan beragama di Indonesia. Menghadirkan simbol agama pada moda transportasi, bisa berupa mural, model karikatur, dan lain sebagainya. Berikutnya akan lebih baik disempurkan pada tingkat pelayanan.
Ketiga, orientasi falsafah Pancasila. Penegasan falsafah Pancasila di sini lantaran seringnya agar tidak kembali terjebak kepada orientasi paham yang lain, seperti liberalisme, fundamentalisme termasuk pluralisme! Revitalisasi agama pada konteks penggunaan moda di negara Indonesia.
Keempat, menghidupkan. Pemerintah didukung rakyat bersama-sama menghidupkan awal pada moda transportasi. Seperti contoh yang dilakukan kementerian agama yang menggunakan figural wayang untuk membentuk logo halal. Penggunaan logo halal di bawah otoritas kementerian agama justru menonjolkan budaya.
Dalam hal ini metode yang digunakan adalah dialektika dalam merespon sikap tersebut, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS misalnya dengan menonjolkan sisi agama tidak lain melalui langkah revitalisasi tersebut. Tidak hanya membiarkan jomplang dan tanpa makna, namun respon dialektis tersebut justru dapat menghidupkan agama dalam kehidupan bernegara.
Kelima, Syi’ar. Menyebarluaskan agama dengan menggunakan moda transportasi. Kebaikan yang didapat dari cara ini pada tingkat lebih tinggi berupa keberkahan. Hal ini sangat berkesesuaian dengan masyarakat Indonesia yang lebih madani. Seperti diadakan murottal, sya’ir nasyid dan lain sebagainya.
Revitalisasi agama dengan tiga langkah di atas dapat dirasakan hasilnya tidak hanya warga negara tetapi bisa juga turis mancanegara. Meski menarik, namun perlu diperhatikan terkait komersialisasi dan agar menghindari penyalahgunaan makna baik agama maupun negara. Maka sungguh, formulasi dan perencanaan dan penerapan program menuntut kesungguhan berbagai pihak.
Good