Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Belajar dari Sejarah, Bupati Hartopo Minta Santri Berperan Aktif Cegah Pemberontakan Berbasis Radikalisme

Belajar dari Sejarah, Bupati Hartopo Minta Santri Berperan Aktif Cegah Pemberontakan Berbasis Radikalisme

KUDUS – Bangsa Indonesia mempunyai sejarah panjang ketika berbicara paham radikalisme. NKRI telah mengalami beberapa pemberontakan yang mengancam ideologi Pancasila.

Bupati Kudus Hartopo menjelaskan radikalisme sayap kiri yakni G30S/PKI pernah mengguncang Indonesia. Mereka berupaya mendirikan negara komunis. Pemberontakan DI/TII yang merupakan radikalisme sayap kanan juga pernah menguji persatuan dan kesatuan bangsa. Berbagai pemberontakan itu perlu dipelajari agar tidak terjadi kembali.

“Kita pernah mengalami pemberontakan radikalisme sayap kanan dan sayap kiri. Sekarang tinggal bagaimana kita semua memahami penyebabnya agar tak terjadi lagi,” ucapnya saat membuka Optimalisasi Peran Santri dalam Antisipasi Radikalisme di Pondok Pesantren Darul Qur’an Krandon, Kecamatan Kota, Selasa (12/7).

Berbagai pemberontakan menjadi pembelajaran bahwa radikalisme perlu dicegah. Santri harus bisa memanfaatkan era digital untuk menjaga keutuhan bangsa dengan menangkal radikalisme.

“Kali ini, tantangan kita adalah kemudahan akses informasi. Peran santri di sini penting mengajak masyarakat menjauhi paham radikal,” tegasnya.

Membenarkan, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kudus Mukhasiron meminta santri tidak mudah terpengaruh sehingga tidak ada pemberontakan serupa. Biasanya, para pengajak paham radikal melontarkan pertanyaan menjebak. Seperti diminta memilih lebih baik mana antara UUD 1945 dengan Al-Qur’an.

“Sebagai santri, harus memahami dengan bijak. Dua objek tersebut tidak bisa dibandingkan. Hanya menggiring menuju radikalisme,” tuturnya.

Penasehat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Kudus Kisbiyanto pun tertarik membahas pertanyaan menjebak untuk mengajak ikut paham radikal. Dirinya menegaskan baik UUD 1945 dan Al-Qur’an sama baiknya. Keduanya tak bisa dibandingkan. Apalagi kemerdekaan bangsa juga merupakan perjuangan para ulama di Indonesia.

“Perbandingannya tidak apple to apple. Tentu saja UUD 1945 juga baik karena para ulama ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,” jelasnya.

Radikalisme juga bisa datang dari perbedaan pendapat dalam memandang permasalahan. Oleh karena itu, Kisbiyanto mengajak santri terus menerapkan Islam yang moderat.

“Ada paham radikal yang mengkafirkan orang yang berbeda pendapat dengannya. Itu kan salah. Jadilah muslim yang moderat dan bijaksana,” ujarnya.

Selain pembicara, beberapa tokoh hadir dalam kegiatan yang diinisiasi oleh Badan Kesbangpol Kudus tersebut. Seperti Ketua PCNU Kabupaten Kudus Asyrofi Masyitoh, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Qura’an Krandon KH. Abdul Muiz Al Hafidz, serta Dwi Syaifullah yang bertindak sebagai moderator. (*)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *