KlikFakta.com, JEPARA – Kebijakan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) Jepara 2025 menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Pemberlakuan UMSK dinilai dapat memicu efisiensi yang berujung pada PHK, atau tidak diperpanjangnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
Soleh (57), warga Desa Pelang, Kecamatan Mayong, merasakan dampak potensial kebijakan ini.
Ia memiliki 66 kamar kos di dekat PT Parkland World Indonesia (PWI) Jepara. Saat ini, dua kamar kos miliknya kosong. Sebagian besar penyewa kos Soleh merupakan karyawan PWI.
“Sudah ada dua penyewa keluar karena kena PHK dari pabrik. Sampai sekarang belum ada lowongan baru di sana,” ungkapnya, Kamis (23/1/2025).
Biaya sewa kos yang dipatoknya berkisar Rp600 ribu hingga Rp700 ribu per bulan. Jika efisiensi perusahaan berlanjut, pendapatannya terancam menurun.
Selain kos, Soleh juga mengelola tempat penitipan motor. Meski jumlah penitipan stabil di 160-an kendaraan, ia khawatir jika pabrik mengurangi karyawan.
“Saya berharap ada pembukaan lowongan kerja lagi agar usaha tetap berjalan baik,” ujarnya.
Sementara itu, pelaku usaha di sekitar PWI juga merasakan kecemasan serupa. Pedagang makanan dan minuman khawatir penurunan jumlah pekerja akan berdampak pada penjualan.
Salah seorang pedagang menyebut usaha kecilnya sangat bergantung pada ramainya pekerja di pabrik.
Di sisi lain, karyawan juga mengeluhkan dampak kenaikan upah. Beberapa penghuni kos Soleh menyatakan jam lembur mereka dikurangi meski UMK naik.
“Lebih baik upah naik sedikit, tapi lembur tetap. Penghasilan kami jadi lebih stabil,” ungkap salah satu karyawan.
Soleh berharap pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan UMSK yang tinggi.
Menurutnya, upah yang mencapai Rp2,9 juta dapat memberatkan perusahaan dan memicu PHK massal. “Keputusan ini harus dikaji lagi agar tidak merugikan semua pihak,” tuturnya.
Pemberlakuan UMSK tidak hanya memengaruhi pekerja, tetapi juga ekosistem ekonomi di sekitarnya. Mereka berharap pemerintah dapat bijak dalam mengambil keputusan, agar keseimbangan antara kepentingan pekerja dan pelaku usaha tetap terjaga.
Sementara ditempat terpisah, Akademisi Universitas Islam Nahdlatul Ulama (Unisnu) Jepara, Dr. Mayadina Musfiroh, menilai penerapan Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota (UMSK) di Jepara dapat berdampak besar terhadap keberlanjutan usaha di wilayah tersebut.
Analisis akademik yang dilakukan menunjukkan bahwa keputusan ini harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.
Menurut Mayadina, berbagai aspek telah diperhitungkan dalam kajian ini.
“Kami sudah mengumpulkan data melalui survei, pertemuan langsung, serta wawancara dengan pemilik perusahaan,” ujarnya pada 22 Januari 2025.
Kajian yang dilakukan juga menyoroti potensi risiko, termasuk efisiensi yang dapat terganggu akibat PHK dan hilangnya iklim investasi. Survei terhadap 23 perusahaan menunjukkan potensi kehilangan investasi hingga Rp2,45 triliun dalam 2–5 tahun mendatang.
Jika penerapan UMSK dilanjutkan, dampak sosial dan ekonomi yang terjadi antara lain banyak pengangguran, penurunan Produk Domestik Bruto (PDB), menurunnya pendapatan asli daerah, dan meningkatnya tingkat kemiskinan. Hal ini juga dapat mengarah pada kerugian dalam sektor sosial dan infrastruktur.
Meski keputusan ini tidak mudah, Mayadina menegaskan pentingnya memikirkan keberlanjutan ekosistem usaha. Ia juga menghargai perjuangan buruh. Namun, dia pun menekankan bahwa langkah ini diperlukan demi masa depan ekonomi Kabupaten Jepara pungkasnya. RIEZ