KlikFakta.com, JEPARA – Tak terpikirkan di benak Rina Huda Mauliya, mahasiswa asal Jepara untuk menimba ilmu di Sudan. Baginya, belajar di Sudan merupakan sesuatu keberuntungan, meski saat ini gejolak perang antar fraksi telah memutus sementara harapannya untuk mendapat gelar sarjana tafsir Al-Quran di Sudan.
Dara kelahiran Jepara 22 tahun lalu berharap agar perang di Negeri Syekh Sukarti usai dan ia bisa kembali merajut mimpi yang sempat terputus.
Di balik rasa tak karuan akibat studi yang terhenti, ia mengaku masih ada rasa bahagia karena ia hampir 3,5 tahun tak menginjakkan kaki di Bumi Pertiwi.
“Tak ada gambaran kuliah di Sudan. Bulan Agustus 2019 terbang ke Sudan. 3,5 tahun tidak pulang,” ujar gadis yang menempuh pendidikan di International University of Africa (IUA).
Ia tak tahu jika perang akan berkecamuk dan berlangsung mencekam.
“Saya tidak tahu jika ada perang, awal-awal puasa mulainya 15 April 2023/ 24 Ramadhan 1444, jam 9 ada suara tembakan dikira demo biasa ternyata kok perang,” ungkapnya.
Ia yang tinggal di asrama dekat pusat perang pun akhirnya harus evakuasi ke auditorium IUA.
“Takutnya ada peluru nyasar,” kata Rina yang juga santri Al-Buruj Tahunan, Jepara.
Ia yang tak tahu harus evakuasi mengaku tak punya persiapan dan sempat kebingungan.
“Pihak kampusnya cuman bilang pergi dan ditaruh di auditorium. Pas dievakuasi dari asrama ke auditorium bawa laptop, dokumen penting, dan baju yang dipakai,” jelas Rina.
Meski auditorium IUA kedap suara, tapi rasa ketakutan tetap menghantui Rina.
Sesekali ia merasakan getaran dan dentuman bom buntut peperangan dua fraksi.
Rina mengira perang hanya berlangsung selama sehari, namun nyatanya ia harus mengungsi hingga seminggu lebih.
“Saya kira selesai dalam sehari ternyata sampai berhari-hari,” ujarnya.
Setiap harinya ketakutan Rina pun memupuk. Suasana di sana begitu mencekam baginya. Sebelum peperangan meledak, masyarakat sipil sudah menggelar demo akibat terjadi inflasi. Ia pun menuturkan sempat kesulitan logistik seperti air minum.
Saat memasuki hari raya Idul fitri, ia menikmati sedikit ketenangan waktu sholat Idul fitri, namun tak berselang lama setelah solat usai, suara tembakan kembali menggelegar.
Saat suasana mencekam, ia mengaku tak berani menghubungi orang tua karena merasa akan jadi beban pikiran orang tua yang berada di rumah.
“Gapapa kok aman, kita kan aman dijamin kampus,” katanya kepada orang tua saat perang berkecamuk.
Selama gejolak perang, Rina yakin ia akan tetap aman lantaran pihak yang berperang segan dan tak berani menyakiti warga asing.
Evakuasi ke RI
Keadaan yang semakin mencekam memaksa mereka untuk dievakuasi. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Khartoum serta Kementerian Luar Negeri RI berjibaku untuk menyelematkan warga Indonesia dengan memanfaatkan genjata senjata. Rina menjadi salah satu mahasiswa asal Jepara yang ikut evakuasi.
Pada 23 April 2023, ia bersama ratusan warga Indonesia dievakuasi ke Port Sudan. Mereka mulai berangkat pukul 8 pagi dan menempuh perjalanan selama 16 jam.
Tak sempat menata barang-barang, ia hanya membawa satu tas ransel berisi dokumen penting dan satu baju ganti.
“Berat ninggalin Sudan,” kata Rina.
Saat perjalanan ke Port Sudan, ia sempat beberapa kali berhenti untuk pengecekan dokumen.
“Ada berhenti-berhenti untuk pengecekan dicek aja paling nanya kalian orang mana? Mahasiswa? Orang muslim? Udah ati-ati,” katanya.
Ia bersyukur perjalananya berjalan lancar. Setelah bermalam di Port Sudan, ia pun harus berlayar selama 22 jam sampai di Jeddah, Arab Saudi.
“Di kapal senang dan sedih. Sedihnya karena tahun akhir senangnya kita bisa pulang setelah 3,5 tahun,” ungkapnua.
Ia dan rombongan sampai di Jeddah saat pagi hari dan beristirahat sejenak sebelum esoknya terbang ke Indonesia.
“Pemerintah gerak cepat evakuasi mereka kan muter otak juga buat evakuasi. Karena kan nyari bisa yang dari Khartoum ke Port Sudan itu sudah mungkin taruhannya nyawa juga,” jelas Rina.
Lebih lanjut, ia menuturkan jika tak khawatir masalah makan lantaran telah tersedia.
Enjoy belajar di Sudan
Rina menerangkan warga Sudan adalah sosok yang ramah, sehingga ia sangat enjoy dan menikmati belajar di Sudan. Harusnya setelah lebaran, ia mungkin mengajukan judul tugas akhir.
Banyak hal yang ia pelajari di Sudan yang mungkin tak ia dapat saat di Indonesia.
“Kelebihan di Sudan yang tidak ada di Indonesia adalah pelajaran hidup kayak rasa sabar, syukur, tidak membedakan kasta,” jelas Rina.
Dulu orang Indonesia di Sudan tidak sebanyak di Mesir, lanjut Rina, jadi mudah untuk mengembangkan bahasa karena jarang bertemu orang indonesia.
Ia yang memiliki teman asli Sudan berharap keadaan di negara itu baik-baik saja.