KlikFakta.com, JEPARA – Raden Mas Adipati Arya (R.M.A.A.) Koesoemo Oetoyo merupakan seorang bangsawan dan birokrat yang menjabat sebagai Bupati Jepara pada masa 1905 hingga 1923.
R. A. Atashendaritini selaku cucu R.M.A.A. Kusumo Utoyo mengatakan, bahwa semasa menjadi Bupati Jepara, Kusumo Utoyo berprinsip bahwa komunikasi atau diplomasi yang baik adalah cara untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
“Dalam pergerakan nasional merupakan usaha untuk menyatukan usaha dengan penuh kesadaran untuk menyatukan seluruh lapisan tanpa kecenderungan suatu kepentingan,” tutur Atashendartini saat seminar “R.M.A.A. Kusumo Utoyo Bupati Jepara 1905-1923 Kiprah di Masa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia” pada Selasa (26/9/2023) di Aula Museum Kartini Kabupaten Jepara.
Koesoemo Oetoyo juga didaulat sebagai Ketua Organisasi Pergerakan Politik di organisasi Boedi Oetomo selama satu dekade pada 1926-1936.
Peneliti kajian wanita Universitas Indonesia itu menyebut, Koesoemo mencetuskan adanya dewan desa dan dewan kabupaten, sehingga muncul Undang-Undang Desa.
“Berkumpul dan membuat perencanaan bersama yang dituangkan di UU Desa,” katanya.
Oetoyo pun meyakini bahwa keikutsertaan pemuda-pemuda pribumi salam dunia kemiliteran akan berguna di kemudian hari.
Sosok yang juga menjadi anggota Volksraad pada 1917 tersebut pun dinilai semakin berani melontarkan gagasan-gagasan yang kritis untuk membuat masyarakat keluar dari kemiskinan.
Dirinya pun mengapreasiasi perhatian Oetoyo terhadap pendidikan anak-anaknya, sehingga banyak dari keturunannya yang menjadi dosen hingga diplomat.
Oetoyo disebut pernah mengalami titik jenuh ketika dewan rakyat tidak didengar dan dirinya pun tak bisa berlawanan dengan rakyat sehingga mundur dari jabatannya menjadi bupati.
Selain menjadi Bupati, Oetoyo pun gemar menulis di berbagai media cetak, dan tulisan terakhirnya pada 1949 di warta ekonomi.
“Harapkan yang muda-muda banyak menuangkan pikirannya dalam menulis. Menulis sesuatu sesuai dengan konteks. Digital sering tidak diperdalam sesuatu harus melihat konsep,” jelasnya.
Sementara itu, Kurator Koleksi Museum Perumusan Naskah Proklamasi Jaka Perbawa mengutip kalimat seorang sejarawan Anhar Gonggong.
Disebutnya, Anhar pernah bicara bahwa masa-masa pergerakan nasional, politik etis adalah momen lahirnya orang-orang terpelajar, orang cerdas, kaum priyayi dengan pendidikan tinggi.
Namun, ada golongan priyayi yang bukan hanya cerdas dan berpendidikan tinggi tapi juga jadi generasi yang tercerahkan.
“Bapak Kusumo Utoyo sebagai contoh yang tercerahkan. Karena ada juga kaum priyayi yang hanya berlindung di bawah ketiak kolonial. Namun, tokoh-tokoh Boedi Oetomo melihat kondisi bangsanya sendiri. Masih banyak yang tidak bisa sekolah, tidak bisa berpendapat,” papar Perbawa.