Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Hasto Ditetapkan Tersangka Oleh KPK, PDIP: Kental Akan Politisasi dan Kriminalisasi

Konferensi Pers Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atas Status Tersangka Hasto Krisdiyanto oleh KPK (Foto: Tangkapan layar kanal youtube KOMPASTV TV)

KlikFakta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP, sebagai tersangka dalam keterlibatan dengan kasus Harun Masiku. Penetapan ini diumumkan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto pada 24 Desember 2024.

Atas penetapan tersebut, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) mengeluarkan rilis pernyataan bahwa penetapan ini sarat dengan politisasi dan kriminalisasi, menilai tindakan KPK sebagai upaya untuk melemahkan partai mereka.

Ketua DPP PDI Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapesssy saat konferensi pers di kantor DPP PDI, Jakarta, mengatakan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka mencerminkan adanya motif politik, terutama setelah sikap kritis Hasto terhadap pemerintahan sebelumnya.

“Kalau kita cermati lagi pemanggilan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini dimulai ketika beliau bersuara kritis terkait kontroversi di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2023 akhir”, jelas Ronny sebagaimana dikutip dari kanal youtube KOMPASTV pada Selasa (24/12).

Ronny juga menyampaikan bahwa penetapan tersangka oleh KPK terhadap Sekjen DPP PDIP sebagai bentuk politisasi hukum dan kriminalisasi.

“Kami menduga memang kasus ini lebih terlihat seperti terror terhadap Sekjen DPP PDI-Perjuangan. Dan keseluruhan proses ini, sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi”, ungkapnya.

Selain itu, Ronny juga menyampaikan terdapat tiga indikasi politisasi dan kriminalisasi terhadap penetapan tersangka Hasto Krisdiyanto.

Indikasi pertama, adanya upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku baik melalui aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang patut dicurigai, dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu yang berpentingan.

Indikasi kedua, adanya pembunuhan karakter t melalui framing dan narasi yang menyerang Hasto Krisdiyanto.

“Kedua, adanya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDI-Perjuangan melalui framing dan narasi yang menyerang pribadi”, jelasnya.

Indikasi ketiga, pembocoran surat pemberitahuan dimulainya penyidikan atau SPDP yang bersifat rahasia kepada media massa publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan.

Upaya-upaya tersebut menurut Ronny, untuk mendapatkan simpati dari publik.

“Kamu menduga ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik, semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik”, ungkapnya.

Ronny juga menjelaskan bahwa sejatinya kasus Harun Masiku telah inkrah dan berkekuatan hukum tetap.

Lebih lanjut Ronny menegaskan bahwa seluruh proses persidangan mulai dari pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) hingga kasasi tidak terdapat bukti-bukti yang mengkaitkan Sekjen DPP PDIPdengan kasus suap Wahyu Setiawan.

Selain itu, Ronny juga menduga adanya pemaksaan pemidanaan dan kriminalisasi oleh KPK, sebab tidak terdapat bukti baru.
“Kamu menduga, adanya upaya pemidanaan yang dipaksakan, kriminalisasi, mengingat KPK tidak menyebutkan adanya bukti-bukti baru dari pemeriksaan lanjutan yang dilakukan sepanjang 2024”, imbuhnya.

Ronny juga menduga bahwa pengenaan pasal obstruction of justice oleh KPK terhadap Hasto Krisdiyanto sebagai tersangka, alasan utamanya adalah merupakan motif politik.
“Dugaan kami, pengenaan pasal obstruction of justice hanya formalitas teknik hukum saja. Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDI-Perjuangan sebagai tersangka adalah motif politik”, ujarnya.

Menurut Ronny upaya penetapan Hasto sebagai tersangka, dikarenakan sikap tegas dan kritis Hasto dalam menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh presiden sebelumnya.

Untuk diketahui, penetapan Sekjen DPP PDIP ini sekaligus mengkonfirmasi ketua umum PDIP, Megawati Soekarno Putri pada tanggal 12 Desember 2024 lalu bahwa PDIP akan diawut-awut (diacak-acak) menjelang Kongres PDIP ke-6. (Ahmat Saiful)

Share: