Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Dugaan Pelecehan Mahasiswa Magang, IAIN Kudus Bentuk Tim Investigasi

Ilustrasi gangguan mental (Foto: Freepik)

KlikFakta.com, KUDUS – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus menindaklanjuti dugaan pelecehan yang dialami mahasiswa ketika magang di Pengadilan Agama.

Melansir dari Suara Merdeka Muria, Rektor IAIN Kudus, Abdurrahman Kasdi mengaku sudah mendengar informasi dugaan pelecehan seksual yang menimpa mahasiswanya.

Pihaknya membenarkan bahwa terduga pelaku S merupakan tenaga kependidikan di lingkungan IAIN Kudus.

“Terkait dengan aktivitasnya sebagai freelancer mediator non hakim, itu dilakukan di luar tugas resminya sebagai pegawai IAIN Kudus dan tanpa adanya surat tugas dari institusi,” jelas Rektor.

Rektor mengaku sudah berkoordinasi Pengadilan Agama dalam upaya meluruskan permasalahan.

Sebagai tindak lanjutnya, pihaknya membentuk Mahkamah Etik untuk melakukan proses investigasi menyelesaikan permasalahan ini.

Mahkamah Etik ini terdiri dari perwakilan Pimpinan, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) serta Tim Kerja Organisasi Kemahasiswaan dan Hukum.

Dugaan kasus pelecehan seksual ini pertama kali mencuat dari postingan di Instagram @lawan_pencabulan dan website Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Dakwah Usuludin IAIN Kudus. Kasus ini pun langsung tersebar dan viral di media sosial, Sabtu (17/8).

Pegawai PA yang juga bekerja di IAIN Kudus  diduga melancarkan aksi pada saat pihak Pengadilan Agama Kudus melakukan mediasi sebuah kasus perceraian.

Tindakan asusila tersebut terjadi pada tanggal 23 Juli 2024 lalu. Sebelum mediasi berlangsung, S berada di dalam ruang mediasi bersama mahasiswa magang yang sedang menyiapkan berkas-berkas mediasi.

Salah satu korban menyebutkan, oknum S berdalih bahwa di ruang mediasi hanya diperbolehkan satu mahasiswa dan satu mediator.

“Saat ruang mediasi kosong, S mengambil kesempatan, berpura-pura mengajak diskusi teknik mediasi perceraian, kemudian tangannya melakukan hal-hal di luar batas,” ujarnya, Minggu (18/8).

Korban sudah berusaha menghindar dan menjaga jarak tempat duduk di ruang mediasi.

Namun oknum S tetap memaksa dan melakukan tindakan pelecehan seksual.

“Saya sudah berusaha menjauhkan diri namun dipaksa ditarik. Terlebih ruangan tersebut juga kedap suara sehingga membuat saya tidak berani berontak,” akunya.

Akibat perlakuan itu korban sempat mengalami trauma. Ia tidak berani kembali ke ruang mediasi sendiri dan tidak berani bercerita kepada teman magangnya.

“Saya lebih memilih masuk ruang sidang dan di akhir jadwal piket saya masuk ruang mediasi bersama teman saya,” ujarnya.

Korban baru berani speak up kepada kelompoknya selang satu minggu kejadian.

Rupa-rupanya mahasiswa lain juga mendapat perlakuan yang sama dari S. Diduga ada tujuh mahasiswi yang jadi korban.

 

Sumber: Suara Merdeka Muria

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *