Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

LDII Kudus Diminta Lebih Interaktif ke Masyarakat, Soal Polemik Pendirian Tempat Ibadah

Mohammad Ihsan, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kudus (foto:istimewa).

KlikFakta.com, KUDUS – Tidak terpenuhinya persyaratan terkait dengan pendirian tempat ibadah yang di kelola Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) menjadi alasan tersendatnya inzin pendirian tempat ibadah di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Kudus.

Mohammad Ihsan, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kudus mengatakan, terkait denga masalah yang dihadapi LDII, hingga saat ini disebabkan belum adanya keputusan resmi dari musyawarah desa (musdes).

Untuk pelaksanaan musdes sendiri, pihaknya akan memfasilitasi, supaya ada progres untuk kedepannya.

Untuk hasil dari musdes tersebut, lanjut Ihsan, nantinya akan menjadi ukuran untuk bisa menerbitkan rekomendasi.

“Substantifnya, pendirian rumah ibadah harus betul-betul berdasarkan kebutuhan masyarakat,” ucapnya.

Terkait pendirian tempat ibadah, Ihsan mengungkapkan jika setiap umat beragama di Indonesia, kususnya di Kabupaten Kudus, diberi kebebasan untuk mendirikannya.

Lebih lanjut, untuk pendirian tempat ibadah harus sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomir 8 dan 9 tahun 2006, yang mengacu pada pasal 13 ayat 1 dan 2 peraturan tersebut, yakni pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan substantif.

“Makannya kami membuat panduan, SOPO, juklak juknis, bahwa saat ingin mendirikan rumah ibadah harus melampirkan rekomendasi dari musdes,” terang Ihsan.

Menurut dia, kegiatan musdes itulah para pejabat mulai Camat, Kepala Desa, tokoh masyarakat, RT, dan RW berkumpul. Dari hasil musdes, bisa dilampirkan sebagai bahan rekomendasi dari FKUB.

Sebab, masih kata Ihsan, masyarakat lebih tahu keberadaan tempat ibadah tersebut benar-benar dibutuhkan masyarakat atau tidak. Untuk syarat administratif pendirian tempat ibadah, yakni dibutuhkan persetujuan dari 60 warga yang berada di sekitar tempat yang akan didirikan rumah ibadah.

Dirinya menyamoaikan, kelompok agama apapun yang ingin mendirikan rumah ibadah harus menjamin kerukunan umat beragama dan semua warga harus saling menghargai serta bertoleransi.

S Rahayu.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *