Anggota Badan Kajian Strategis Pemuda Pancasila Jepara Sampaikan persoalan pembangunan pabrik di Desa Sengon Bugel, Mayong (KF-Ali). |
Klikfakta.com, JEPARA – Pembangunan Pusat Industri/ Pabrik di Desa Sengon Bugel, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, disebut – Sebut dapat menimbulkan banyak masalah jika tidak dikelola dengan baik. Apalagi, dalam lahan seluas 50 Hektare itu akan berdiri Sembilan pabrik tanpa adanya penanggung jawab/pengelola yang jelas.
Hal itu disampaikan oleh Anwar anggota Badan Kajian Strategis Pemuda Pancasila Jepara saat audiensi dengan Bupati Jepara dan Stakeholder terkait, DPMPTSP, DLH, DPUPR, DISPERINDAG, Diskop UKM Nakertrans, Bagian Hukum Setda, Camat Mayong dan Asisten I Sekda Jepara, diruang kerja Bupati rabu (21/10).
Ia menjelaskan, permasalahan muncul saat pemilik lahan PT. Mangkubumi Utama Sejahtera (MAS), berencana membangun lahanya menjadi pusat industri tanpa masterplain yang jelas. PT MAS Bahkan sudah membangun dua Pabrik yang dulu rencananya disewa oleh PT. TBZ dan PT. Formosa Bag Indonesia. Namun, diketahui bagunan tersebut belum memiliki document Amdal maupun Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Sejak awal berdiri bangunan – bangunan Pabrik dikawasan tersebut sudah menimbulkan sejumlah permasalahan sosial maupun lingkungan. kawasan itu dibangun tanpa Masterplain yang jelas dan tidak memiliki izin IMB. Sehingga saat memasuki musim penghujan menyebabkan bajir dilokasi perkampungan sekitar kawasan pabrik” jelasnya.
Menurutnya, dampak banjir diperparah dengan hilangnya sungai pangglengan akibat pembangunan pabrik tersebut, sehingga Desa – Desa yang terdampak Banjir Tidak hanya Desa sengon Bugel, Namun juga Desa Pelem Kerep, Desa Mayong lor Dan yang terparah Desa Paren.
“Kondisi eksisting yang baru dilaksanakan cut and fill saja dapan mengakibatkan banjir, dayangkan dampak yang akan terjadi jika kawasan tersebut tertutup kaawasan industry tanpa perencanaan yang jelas” ujarnya.
Saat ini lahan itu bukan hanya milik PT. MAS, PT. Formosa yang awalnya berencana menyewa dari PT. MAS justru sudah membeli sebagian lahan milik PT. MAS. Hal itu menjadi alasan Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Jepara, untuk memecah perizinan lingkungannya, padahal sebelumnya DLH jepara meminta lahan itu menjadi kawasan industri.
“Seharusnya DLH mengarahkan untuk dijadikan kawasan industri. itu dijadikan sebuah kawasan, agar jelas siapa penanggung jawab/pengelolannya. Jika terjadi permasalahan masyarakat juga siapa yang akan dimintai pertanggung jawaban. Dan tidak terjadi saling lempar antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain”ucapnya.
Selain itu Ali Akbar Sekretaris Badan Kajian Strategis PP Jepara justru menyayangkan perubahan sikap DLH kabupaten Jepara Yang dulu menginginkan kawasan tersebut menjadi kawasan industri. Saat ini DLH Jepara justru berubah sikap dengan memecah izin lingkungannya.
Ia juga meminta agar DLH Jepara Lebih cermat dalam mempelajari dokument Amdal yang diajukan oleh pemrakarsa. serta mempertimbangkan rekam jejak maupun legaitas perorangan/badan yang melakukan penyusunan Dokument Amdal, sebelum dokument itu disahkan.
“ Saya mendapat informasi Bahwa PT Formosa mengunakan perusahaan konsultan yang baru berdiri untuk menyusun dokument Amdal. Saya kira perlu diperhatikan juga rekam jejak maupun sertifikasi penyusun Amdal. Karena Document Amdal merupakan document krusial untuk pengendalian dampak lingkungan akibat dari kegiatan pembangunan maupun produksi pabrik dan saya harap DLH Jepara tidak bermain main terkait pemasalahan lingkungan” tandasnya.
Sementara itu Bupati Jepara Dian Kristiandi mengaku sudah pernah bertemu dengan pihak pemrakarsa, menurtunya selama ini tidak ada niatan dari pihak investor untuk menjadikan lahan itu menjadi sebuah kawasan industri.
“Saya sudah pernah bertemu, tidak ada niatan dari merekan untuk digabungkan menjadi satu izin kawasan industri, apalagi Perda RT RW Jepara belum menyebut adanya kawasan industri” jelasnya.
Reporter : Ali
Editor : Wahyu K.Z.