![]() |
Sarasehan revitalisasi kemandirian pesantren menuju NKRI hebat. (KF-ARIFIN) |
klikFakta.com, Wonosobo – Pesantren memiliki peran penting dalam kehidupan kebangsaan. Peran pemerintah memperkuat pesantren sangat diperlukan.
Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menyampaikan, pesantren harus terus diperkuat karena seiring berkembangnya zaman pesantren mulai kehilangan jati dirinya.
“Pesantren meskipun lokal, punya sanad yang jelas dari sisi keilmuan. Namun, sekarang dengan berbagai kebutuhan, kayaknya pesantren mulai kehilangan jati dirinya,” kata Gus Ubed, sapaan Kiai Ubadillah Shodaqoh, dalam Serasehan Pondok Pesantren sebagai rangkaian Silatuurahmi Daerah (Silatda) Rabhitah Ma’ahid Islamiyah di Aula Pondok Pesantren Al-Mubarak Manggisan, Wonosobo, Sabtu (2/3/2019).
Jati diri pesantren menurut Gus Ubed adalah kemandirian. Ini tidak berarti bahwa pesantren berdiri berdiri sendiri dan tanpa bantuan. Kemandirian pesantren tidak bisa lepas dari sejarah.
“Mandiri bukan berarti berdiri sendiri bukan tanpa bantuan, tapi pesantren memiliki akal sejarah yang lama yang membentuk NKRI dengan proses pendidikan yang dimiliki oleh kiai, didanai sendiri, kurikulum ditentukan sendiri. Karena itu pesantren seperti kerajaan kecil,” jelas dalam diskusi bertajuk “Membangun Kemandirian Pesantren untuk Indonesia Hebat” tersebut.
Menurut Gus Ubed, memperkuat pesantren perlu dilakukan dengan tetap menjaga ciri khasnya sebagai lembaga yang mendidik santri tafaquuh fii al din. Memang, perubahan zaman menuntut perubahan sehingga pesantren butuh menyesuaikan. Tetapi jangan sampai menghilangkan ciri khas tersebut.
“Pembekalan agama tidak bisa ditinggalkan. Umpanya pesantren pertanian, bagaimanapun, anak didiknya tidak bisa ditinggalkan dari pendidikan keagamaan. Karakter pesantren ahlussunah wal jamaah, harus demikian,” paparanya.
Selebihnya, lanjut Gus Ubed, tidak masalah jika santri ingin dibekali pengetahuan apapun. “Boleh saja kita ingin mendalami filsafat misalnya, tapi pesantren harus menciptakan karakter itu, malakah ini yang tidak bisa dikesampingkan,” tandasnya.
Mengenai kemandirian pesantren, kata Gus Ubed, dulu pesantren memang membangun sendiri. Namun, karena sekarang zaman sudah berubah, maka pesantren tetap membutuhkan bantuan, baik sarana maupun yang lain. “Inilah pintu masuk pemerintah untuk membantu pesantren,” katanya.
Namun, Gus Ubed mengingatkan, jangan sampai bantuan dari pemerintah membuat pesantren berurusan dengan pidana. Karena hal ini akan merusak citra pesantren. Sebagai PWNU, pihaknya memberikan kesempatan yang seluas-luas untuk membangun kerjasama dengan pemerintah.
“Tapi kalau sudah berurusan dengan uang jangan sampai tledor. Kepercayaan harus dijaga betul. Satu rupiah, dua rupiah, kalau ini bobol nanti akan merusakan citra pesantren. Ini harus kita jaga betul-betul,” jelas Gus Ubed.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah dalam sambutan tertulis yang dibacakan Asisten Pemerintahan dan Setda Jawa Tengah Sarwo Pramana mengatakan, jumlah pesantren di Indonesia sebanyak 25. 958 dengan jumlah santri sebanyak 3.992.700 orang. Dari jumlah tersebut 82 persen pesantren ada di Pulau Jawa.
“Data tahun 2016 Jawa Tengah berada di urutan ketiga secara nasional dengan jumlah pesantren 4.759 dan 614.569 orang. Jumlah ini tidak sedikit dan sampai saat ini tentu terus mengalami kenaikan,” katanya.
Menurut Gubernur, jumlah tersebut menunjukkan pendidikan pesantren lebih unggul. Di pesantren landasan moral begitu kuat, nilai agama bisa diserap dan hasilnya bisa dilihat sendiri,” imbuhnya.
REPORTER : ARIFIN
EDITOR : WAHYU KZ