Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Guru Sulit Ajarkan Sejarah Lokal, Begini Alasannya

 Ketua Yayasan Kartini Indonesia Hadi Priyanto (tengah) dalam bedah babad desa dan tempat bersejarah di Jepara. [KF-089]

      klikFakta.com, JEPARA – Beban berat kurikulum dan tidak tersedianya materi ajar,  menyulitkan para guru untuk mengajarkan sejarah lokal yang ada didaerah.  Akibatnya tidak banyak pelajar yang memahami sejarah lokal desa dan daerahnya.  Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Yayasan Kartini Indonesia Hadi Priyanto dalam bedah babad desa dan tempat bersejarah di Jepara.  Acara yang dipandu oleh Wienarto ini berlangsung dipanggung budaya Kedai Kebun Kita Sabtu malam (17/6/2017) hingga dinihari ini diikuti oleh sejumlah petinggi, pegiat budaya,  seniman,  mahasiswa,  guru dan pengelola perpustakaan berbasis komunitas.
     Akibat tidak dipahaminya sejarah dan kearifan budaya lokal ini,  membuat peserta didik tidak dapat memetik makna apa-apa dari sejarah dan budaya lokalnya. Apalagi meneladani nilai nilai luhur dari leluhurnya. ” Padahal jika terkelola dengan baik kearifan sejarah dan budaya lokal dapat menjadi salah satu unsur penguat pembangunan jati diri bangsa” papar Hadi Priyanto. Oleh karena itu Hadi Priyanto meminta para pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan kebudayaan untuk mulai memikirkan persoalan ini.
   Tentang pentingnya kearifan sejarah dan budaya lokal ini juga disampaikan AB Kholid seorang pegiat budaya dengan pengurus BPD Desa Damarwulan. “Kami punya mimpi  sejarah lokal dan kearifan budaya diajarkan disemua tingkatan satuan pendidikan.  Tujuannya agar peserta didik tidak tercerabut dari dari akar budayanya” ujar nya
      Keprihatinan atas abainya para pemangku kepentingan untuk nguri – uri sejarah dan budaya lokal juga diungkaplan oleh Ketua Lembaga Adat desa Bulungan Trisno. Karena itu, tidak mau kehilangan waktu desa Bulungan telah mulai menggarap secara serius babad dan legenda desa Bulungan.
      Oleh sebab itu,  menurut Iskak Wijaya yang juga tergabung di Yayasan Kartini Indonesia,  masyarakat desa harus mulai menuliskan sejarah desanya masing masing sebagai media untuk pewarisan nilai luhur pada generasi muda.  ” Para relawan yang berhimpun di Yayasan Kartini siap membantu secara gratis  jika diperlukan” ujar Iskak Wijaya.
     Bedah babad desa yang berlangsung gayeng ini juga diisi dengan musikalisasi puisi oleh Asyari Muhammad,  Risa Mutafarika. Sedang Didin Ardiyansyah menyampaikan kisah Ki Ageng Bangsri dalam bentuk monolog.  Pada kesempatan tersebut kepada 12 orang pengelola perpustakaan juga mendapatkan buku Antopologi Puisi Suara yang Menyala yang diberikan oleh salah satu penulis dalam antologi terdebut,  Asyari Muhammad.
klikFakta.com/ed.078

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *