Mencermati masa peralihan kriteria kalender yang digunakan oleh Muhammadiyah belum lama ini, banyak temuan yang terjadi di Software KHGT. Alih-alih memberikan solusi penyatuan kalender malah menjadi masalah di tengah masyarakat khususnya warga Muhammadiyah sendiri. Sedangkan para pimpinan persyarikatan optimis menjadikan kriteria tersebut akan menjadi solusi perbedaan kalender hijriah di Indonesia.
Putusan pemberlakuan KHGT telah ditanfidzkan, sebuah tanggungjawab yang harus diberlakukan dalam sistem kalender hijriyah oleh Muhammadiyah. Akan menjadi berat, ketika ditemukan problem di dalam sistem aplikasi KHGT untuk menjawabnya.
Padahal kriteria tersebut cukup rumit untuk dipahami oleh para pimpinan mulai dari ranting sampai pimpinan pusat sekalipun. Apalagi warga Muhammadiyah yang belum banyak mengetahui kriteia itu.
Ketergesa-gesanya Muhammadiyah dalam memberlakukan kriteria KHGT tersebut tampaknya mengundang masalah yang akan muncul di masa yang akan datang khususnya awal bulan Ramadan, Syawal juga Dzulhijjah.
Kriteria KHGT sebagai sistem dan solusi, dipandang lebih baik dalam penyatuan kalender hijriyah namun perlu diketahui bahwa sistem tersebut perlu dikaji lebih mendalam dan perlu uji coba kalender, untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan apa saja yang perlu dikoreksi dalam pemberlakuan kalender tersebut. Sehingga ketika ada problem sistem akan dapat segera diatasi.
KHGT, tidak hanya sebuah reputasi organisasi, lebih dari itu sebagai gebrakan yang cukup diperhitungkan. Hal ini sebagai bukti kemajuan sebuah organisasi, namun di balik itu semua ada ancaman yang mengintai dari belakang. Muhammadiyah harus waspada atas semua resiko pemberlakuan kriteria KHGT dan membuktikan bahwa kriteria tersebut dapat menjawab perbedaan kalender hijriyah selama ini.
Sebuah berita dari Diyanet bulan Mei 2025 lalu, yang berbeda dengan Software KHGT HisabMu, bahwa parameter Diyanet menyebutkan tanggal 1 Ramadan 1447 H adalah 19 Februari 2026 M. Hal ini berbeda dengan KHGT Muhammadiyah yang menyebutkan tanggal 1 Ramadan 1447 H bertepatan dengan tanggal 18 Februari 2026 M. Perbedaan tersebut telah diklarifikasi pihak Muhammadiyah dengan Diyanet Turki. Namun pihak Diyanet memutuskan bahwa kawasan atau wilayah Alaska tidak masuk wilayah Amerika.
Pernyataan Diyanet dapat dipahami bahwa terdapat interpretasi yang memungkinkan perubahan pernyataan tersebut. Akan tetapi tidak dapat diprediksi perubahannya. Inilah yang terjadi, Tahfidz MTT yang berakibat perbedaan dalam penetapan awal bulan Ramadan 1447 H.
Kasus ini sebagai problem KHGT Muhammadiyah yang berujung inkonsiten penetapan awal bulan hijriyah. Lagi-lagi reputasi Muhammadiyah dipertaruhkan dalam problem tersebut. Hingga warga Muhammdiyah mulai bertanya tanya atas konsep yang diambil oleh Muhammadiyah.
Ancaman berikutnya adalah ketika KHGT sudah diterapkan dan dijadikan pedoman oleh Muhammadiyah dalam menetapkan awal bulan hijriyah, terdapat perbedaan dengan penetapan pemerintah yang didalamnya banyak pakar ilmu falak yang berseberangan dengan Muhammadiyah. Mereka akan beropini bahwa tidak ada bedanya dengan konsep atau kriteria wujudul hilal yang lalu.
Belum lagi perbedaan kriteria MABIMS tahun (2021) dalam putusan hasil pertemuan ke -38 dengan ketentuan; Syarat utama: 1. Ketinggian (Altitude) bulan minimum 3 derajat, 2. Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari minimum 6,4 derajat, 3. Umur bulan (moonlag) minimum 8 jam sejak ijtimak/konjungsi.
Ketiga kriteria ini harus terpenuhi semuanya secara bersamaan saat Matahari terbenam (ghurub).
Sedangkan PBNU menggunakan kriteria Imkanur Rukyat (kemungkinan rukyat) dengan parameter sebagai berikut: 1. Tinggi Hilal minimum: 2 derajat di atas ufuk hakiki saat Matahari terbenam, 2. Jarak sudut Bulan-Matahari (elongasi): minimum 3 derajat, 3. Umur Bulan: minimal 8 jam setelah ijtimak dihitung sejak terjadinya konjungsi (ijtimak) hingga Matahari terbenam.
Prinsipnya ketiga syarat di atas harus dipenuhi semuanya secara bersamaan (kumulatif). Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka bulan baru belum bisa ditetapkan.
PBNU menggabungkan pendekatan: Rukyat (observasi empiris) sebagai prioritas Hisab (perhitungan astronomis) sebagai alat bantu dan verifikasi. Dalam penetapannya PBNU berkoordinasi dengan Kementerian Agama dalam sidang itsbat. Kriteria ini telah digunakan oleh Lajnah Falakiyah PBNU dan menjadi pedoman bagi nahdliyin (warga NU) dalam menentukan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Kasus kriteria di atas sebagai ragam keilmuan dalam kajian ilmu falak modern dengan segudang kelebihan dan kelemahannya yang menjadi tantangan KHGT Muhammadiyah dalam proses Unifikasi kalender hijriyah.
Sekalipun dalam perjalanannya mengalami banyak kendala dan tantangan di kalangan masyarakat termasuk problem sistem yang tidak sesuai dengan kriteria Diyanet Turki yang membingungkan warga Muhammadiyah.
Penetapan KHGT merupakan upaya unifikasi, namun perlu disadari bahwa di negara lain seperti Arab Saudi tidak memberlakukan putusan yang direkomendasikan oleh hasil kongres Penyatuan kalender Islam di Istanbul Turki Mei 2016 M yang diselenggarakan oleh Diyanet Işleri Başkanliği (Badan Urusan Agama), Turki, European Council for Fatwa and Research (ECFR), di Dubli, Irlandias serta Islamic Crescents Observation Project (ICOP) di bawah International Astronomical Center), berkedudukan di Abu Dhabi.
Hal ini akan berpotensi berbeda ketetapannya dengan KHGT Muhammadiyah, padahal upaya unifikasi tersebut justru pada point utama di arab Saudi yang didasarkan pada persoalan ibadah haji terutama wukuf di Arafah.
Upaya unifikasi kalender Islam yang telah ditetapkan oleh PP Muhammadiyah Nomor 86/KEP/I.0/B/2025 pada dasarnya sebagai langkah meminimalisir perbedaan penetapan awal bulan hijriah di Indonesia pada khususnya, namun kenyataannya perbedaan itu akan muncul setiap tahun dengan alasan astronomis atau alasan lain yang memicu emosional warga Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya.
Kesuksesan penerapan KHGT menjadi sebuah harapan, namun unifikasi bukan hanya milik Muhammadiyah akan tetapi milik umat Islam dan tidak terlepas pada dataran intern Muhammadiyah saja namun bagaimana KHGT dapat diterima oleh kalangan organisasi lain juga pemerintah, sehingga akan terwujud unifikasi kalender hijriyah dengan kekuatan dari semua komponen masyarakat Indonesia. Inilah bagian dari otokritik yang konstruktif untuk menyiapkan strategi penerapan KHGT di masa depan. Allahu a’lam bis showab….
BIODATA PENULIS
Taufiqurrahman Kurniawan
ALAMAT:
Ds. Gribig, Kec. Gebog Kab. Kudus
PENDIDIKAN:
S1 PUTM Yogyakarta tahun 1998
S1 IAIN Kudus tahun 2003
S2 UMY Yogyakarta 2006
S3 UII Yogyakarta 2016
PEKERJAAN:
Dosen Pascasarjana UIN Kudus
KEGIATAN ORGANISASI:
Anggota PDM Kudus periode 2010 – 2020
Anggota tidak tetap Tim ahli ilmu falak MTT PPM







