klikFakta.com, JEPARA – Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, baru-baru ini mengajukan pinjaman daerah senilai Rp 250 miliar ke Bank Jateng. Rencana penggunaan dana tersebut sepenuhnya ditujukan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur jalan di wilayah Kota Ukir, sejalan dengan janji kampanye Bupati Witiarso Utomo dan Wakil Bupati Muhammad Ibnu Hajar.
Pinjaman ini dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp 86 miliar dijadwalkan cair dalam waktu dekat, sementara tahap kedua senilai Rp 164 miliar direncanakan pada tahun 2026. Pemerintah daerah pun telah menyiapkan anggaran Rp 5 miliar untuk angsuran pertama tahun ini.
Meski pembangunan infrastruktur dianggap penting, sejumlah pihak menilai pinjaman ini bisa menjadi beban keuangan jangka panjang jika pengelolaannya tidak hati-hati. Terlebih, saat ini pemerintah pusat memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD), yang memengaruhi proyeksi APBD 2026. Dari RAPBD yang diajukan eksekutif sebesar Rp 1,8 triliun, alokasi dana yang diterima diperkirakan berkurang sekitar Rp 232 miliar.
Menyikapi kondisi tersebut, Ketua Komisi D DPRD Jepara, Andi Rokhmat, atau yang akrab disapa Andi Andong, menegaskan bahwa situasi ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Menurutnya, pinjaman dan pengurangan TKD bisa berdampak signifikan pada kestabilan keuangan daerah dalam lima tahun ke depan.
“Apalagi dengan kondisi penerimaan TKD yang berkurang cukup signifikan, tentu anggaran kita selama lima tahun ke depan akan terbebani,” ujar Andong, Jumat (10/10/2025).
Sebagai wakil rakyat dan bagian dari DPRD Jepara, Andong menekankan fungsi pengawasan legislatif sangat penting dalam konteks ini. Sejak awal munculnya rencana pinjaman, Komisi D telah mendorong eksekutif untuk menghitung secara cermat arus kas dan kemampuan membayar angsuran.
“Di satu sisi, pemerintah memiliki banyak program yang memerlukan biaya besar. Di sisi lain, mereka juga harus memperhitungkan beban angsuran setiap tahunnya. Keseimbangan ini harus dijaga,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menekankan beberapa langkah strategis agar pinjaman tidak membebani keuangan daerah secara berlebihan. Salah satunya adalah rasionalisasi pos-pos anggaran di seluruh OPD, serta peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Namun, ia menekankan pemerintah tidak boleh mengambil jalan pintas dengan membebani masyarakat melalui kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
“Jangan dari PBB-P2. Itu sama saja memberatkan rakyat lagi. Kondisi ekonomi saat ini sudah sulit, jangan diperparah dengan kenaikan pajak yang membebani masyarakat,” tegas Andong.
Sebaliknya, Andong menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada sektor PAD yang memiliki potensi lebih besar tanpa membebani masyarakat, seperti retribusi jasa, pendapatan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk Perumda Aneka Usaha, Bank BKK, dan PDAM Jepara.
“Ini harus diperhatikan betul. Jangan sampai sampai akhir masa jabatan bupati ini kita masih punya utang yang harus dibayar. DPRD akan terus mengawal agar setiap langkah pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara cermat dan bertanggung jawab,” tandas Andong.
Melalui pernyataan ini, DPRD Jepara menegaskan perannya tidak hanya sebagai lembaga legislasi, tetapi juga sebagai pengawas dan penjaga keuangan daerah, memastikan pinjaman dan pengelolaan anggaran daerah dilakukan secara transparan, proporsional, dan berpihak pada kepentingan rakyat. (ADV)







