KlikFakta.com, JEPARA – Pimpinan Cabang (PC) Majelis Dzikir dan Shalawat (MDS) Rijalul Ansor Jepara menggelar rihlah ke-17 pada Selasa (26/12/2023).
Bertempat di Makam Simbah Pakis Aji, Desa Potroyudan, Kecamatan Jepara, rihlah mengambil tema ‘Gus Dur dan Universalisme Islam’. Tidak kurang dari 60 peserta dari berbagai elemen mulai dari Ansor, NU, hingga masyarakat umum hadir.
Rihlah ke-17 turut melantik Pimpinan Ranting (PR) GP Ansor Potroyudan dan Satuan Koordinasi Rayon (Satkoryon) Banser PAC Jepara.
Ketua PAC Ansor Abdullah Rohim dalam sambutannya mengungkapkan Gerakan Pemuda (GP) bermuara pada pimpinan ranting.
“Ranting aktif jadi rapor luar biasa, sebab sentuhan langsung dengan masyarakat,” katanya.
Ia menuturkan GP di Jepara memiliki kontribusi langsung kepada masyarakat untuk mengamankan kondisi. “Hampir satu hari ada lebih dari satu permintaan pengamanan,” ucapnya.
Sementara itu ketua PC MDS Rijalul Ansor Jepara, Gus Abdullah Badri berpesan agar para anggota yang baru saja dilantik melaksanakan tugas dengan baik.
“Bar dilantik ojo turu (setelah dilantik jangan tidur, red.),” katanya.
Ia menuturkan masih ada beberapa daerah yang belum rihlah. “Yakni Karimunjawa, Welahan, Nalumsari, dan Mayong,” sebutnya.
Dosen IAIN Kudus Wahyu Khoiruzzaman sebagai narasumber menjelaskan materi tentang pemikiran Gus Dur dan universalisme Islam.
Ia menjelaskan Gus Dur dalam memahami universalisme Islam ada dua. “Universalisme dengan memahamkan bahwa Islam adalah yang sempurna, universal. Universalisme, Islam yang mampu mewadahi semua tradisi, budaya,” jelasnya.
Walisongo, lanjut Wahyu, merupakan universalisme dialogis. Yakni hubungan antara Islam dengan budaya masyarakat.
“Ajaran Rasulullah bisa dibedakan antara esensi, dan berbau budaya dari masyarakat Arab,” katanya.
Walisongo sebagai pendakwah menyebarkan universalisme Islam hingga kini Islam bisa hidup di penjuru Indonesia yang heterogen dengan berbagai budaya.
Wahyu menyebut keberhasilan Walisongo menggunakan strategi dakwah dengan mangkomodir budaya Jawa seperti gamelan dan tembang.
Ia menjelaskan ada empat pemikiran utama Gus Dur. “Meliputi Kosmopolitan, post tradisional, pribumisasi, dan humanisme Islam,” katanya.
Kegiatan rihlah berlanjut dengan cuplikan sejarah intelektual Gus Dur.
Gus Dur telah tertarik pada buku filsafat sejak kecil hingga khatam teori Plato, Aristo, dan sebagainya. Secara tidak langsung pemikiran itu membuat Gus Dur berpikir sistematis dan rasional.
Lalu pada usia 23 tahun, Gus Dur mendapat beasiswa kuliah di Mesir. Namun selama 7 tahun kuliah jarang masuk kelas.
Gus Dur memilih aktif jadi aktivis, membaca koran, dan buku.
Di Baghdad, Iraq, Gus Dur mengmbangkan potensi dan bakat dengan memandang pemikir seperti Abduh, Arkoun, Hasan Khanafi, dan Ghazali.
Gus Dur juga aktif menuliskan pemikirannya di media massa.
Setelah itu Gus Dur mengajar di Universitas Hasyim Asy’ari hingga akhirnya menjadi dekan.
Kemudian menjadi konsultan di departemen (Menteri), lembaga pendidikan.
Setahun sebelum menjadi ketua PBNU, Gus Dur menjadi ketua dewan kesenian Jakarta. Lalu pada 1984, Gus Dur memimpin PBNU dan menggelar empat kali muktamar ketika orde baru masih berkuasa.
Ketika masa jabatannya, Gus Dur sempat mendapat perlawanan dari orde baru. Soeharto pada 1994 mengirim calon untuk menjadi tandingan Gus Dur, namun pada akhirnya Gus Dur tetap jadi ketua PBNU.
Pada 1999, Gus Dur menjadi presiden.
Gus Dur, seorang intelektual, budayawan, tokoh agama, dan aktivis tutup usia pada 30 Desember 2009.
Gus Dur pergi dengan meninggalkan pemikirannya tentang universalisme Islam yang senantiasa dikaji.
Dalam universalisme Islam terdapat lima jaminan dasar Islam, yakni:
- Jaminan keselamatan fisik (Kemanusiaan).
- Jaminan beragama
- Jaminan keluarga (peradaban)
- Jaminan hak milik (ekonomi)
- Jaminan keselamatan profesi
Konsep univeralisme Islam oleh Gus Dur bisa dijewantahkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pertama, teori kosmopolitanisme Islam. Yakni Islam yang terbuka, menerima masukan, kritik, inklusif tidak eksklusif.
Kedua, pos tradisional, muncul era orba.
Rezim orde baru membedakan kelompok Islam jadi dua, modernis dan tradisional. Peneliti barat dengan kacamata modernitas. Tradisional dengan NU dan TBC. Sementara modernis, MD.
Pengelompokan itu merupakan upaya untuk mengecilkan NU. Gus Dur akhirnya menggunakan istilah post tradisional.
Humanisme Islam. Menurut Gus Dur keberadaan manusia tidak bisa lepas dari agama dan Tuhan, proses saling bersentuhan antara manusia dan agama ini menjadi transformasi sosial.
Lalu Pribumisasi Islam yakni melokalkan Islam yang universal kepada budaya Indonesia.
Sementara itu, Gus Abdullah Badri mengungkapkan jika ada seorang tokoh OPM, Jacob Karma, mengidolakan Gus Dur. Ia menilai Gus Dur memperjuangkan Papua hingga boleh mengibarkan bendera Papua di bawah Indonesia.
Gus Abdullah menjelaskan Gus Dur pernah didatangi sebelas orang NII sebelum diturunkan Amin Rais.
“Daripada aku ganti konstitusi mending aku medun (lebih baik aku turun),” kata Gus Abdullah mengutip kalimat Gus Dur.