Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Pembuatan Genteng di Dukuh Kulur Desa Sitirejo Kekurangan SDM

Tim KKN-IKMB IAIN Kudus bersama pengrajin genteng Desa Sitirejo, Kabupaten Blora

KlikFakta.com, BLORA – Dukuh Kulur di Desa Sitirejo, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora punya tanah yang cocok untuk pembuatan genteng.

Sumber daya alam inilah yang dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mata pencaharian.

Masyarakat Blora memanfaatkan tanah pegunungan sebagai bahan baku pembuatan genteng. Sementara ranting berceceran yang dulunya tak bermanfaat kini menjadi bahan baku pembakaran genteng.

Pengrajin genteng di Desa Sitirejo sudah ada sejak tahun 1992 yang didirikan oleh Sarimin. Sekarang anak Sarimin ikut membantu memasarkan usaha genteng milik bapaknya.

Dulunya pemerintah kabupaten mendorong adanya usaha pembuatan gentang. Bantuan yang pertama dari pemerintah yaitu untuk alat pres genteng dan gilingan molen untuk tanah.

Awalnya hanya ada satu tempat pembuatan genteng saja di Dukuh Kulur. Namun kini semakin banyak masyarakat mengikuti jejak sebagai pembuat genteng.

“Awal berdiri mempunyai 4 orang pekerja, sekarang sudah sendiri-sendiri mendirikan usaha genteng di tanahnya masing-masing. Tiap losmen di sini diisi 2 pekerja pasangan suami istri, dan jumlah los nya ada 10 los”, beber David anak dari pak Sarimin (13/09/2023).

Pengrajin genteng di Desa Sitirejo bisa menghasilkan genteng sekitar 12 ribu buah per bulan. Genteng tersebut dijual kisaran Rp 1.200.000/1000 genteng.

Namun ketika musim penghujan tiba produksi melambat karena penjemuran genteng bisa sampai 2-3 hari.

Kendala lain seperti musim kemarau saat ini, para pengrajin genteng kesulitan dengan mata air, jadi para pengrajin harus membeli pasokan air. Selain kekeringan air, angin yang cukup kencang di musim kemarau juga jadi kendala pembuatan genteng.

“Kalau kemarau juga anginnya agak kencang jadi ditutup los nya pakai plastik kalau banyak kena angin entar pada gentengnya bisa retak”, saut Miarsih (51) yang bekerja di salah satu los pengrajin genteng .

Tak hanya musim kemarau yang menjadi kendala besar, kendala lain yang mengelayuti pengrajin genteng di desa Sitirejo adalah minimnya sumber daya manusia.

“Generasi anak muda sekarang agak sulit. Untuk pemprosesan dari awal mengambil tanah ditaruh di molen terus mencetak, kaya untuk anak milenial sekarang kan kayak kurang cocok di diri mereka. Mayoritas anak muda di sini ya merantau”, ujar David.

Harapan kedepan yang di paparkan David (29), agar masyarakat sekitar khususnya generasi muda supaya berminat meneruskan usaha genteng, dan memiliki peralatan yang lebih modern.

“Mungkin kalau beli mesin kan sekitar 35-40 juta, jadi anak muda nggak susah-susah pakai alat tradisional entar tinggal pencet-pencet. Kalau pakai alat tradisional sehari bisa 200 biji, kalau modern bisa sampai 400-500 biji”, imbuhnya.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *