KlikFakta.com – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyesalkan penyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai gaji guru dan dosen yang dilontarkan dalam forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri ITB pada Kamis (7/8/2025).
Pernyataan itu dinilai berlebihan dan menyakitkan. Terlebih banyak guru berstatus honorer dan mengabdi di daerah pelosok menjadi garda terdepan memajukan pendidikan bangsa.
Ketua Badan Khusus Komunikasi dan Digitalisasi PGRI Wijaya juga menilai pemerataan guru di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) masih menjadi tantangan besar.
Dia menjelaskan, pengabdian guru di lapangan memperlihatkan fakta berbeda dari stigma beban negara.
Ia mencontohkan di Sigi, Sulawesi Tengah, guru SMPN 16 harus mendaki bukit dan mengunjungi rumah siswa hingga tiga kali seminggu karena ketiadaan internet dan listrik.
”Di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan, seorang guru honorer bernama Rudi Hartono setiap hari menyeberangi sungai dengan rakit bambu, bahkan menggendong muridnya ketika arus deras agar mereka tetap bisa bersekolah,” ungkapnya.
Wijaya melanjutkan, di Lebak, Banten, Jubaedah rela berjalan menembus jalan hutan selama 30 tahun ini untuk memastikan anak-anak di desa tetap belajar.
Menanggapi tantangan besar yang dihadapi guru ini, pihaknya mendesak agar pemerintah lebih bijaksana dalam menyampakkan pernyataan ke publik.
”Alih-alih melontarkan ucapan yang merendahkan martabat dan menyakiti guru, kebijakan seharusnya diarahkan pada upaya peningkatan kesejahteraan, percepatan pengangkatan honorer menjadi ASN PPPK, serta pemenuhan hak-hak guru sesuai amanat Undang-Undang,” tegas Wijaya.
”Kalau mau disebut beban negara, dan yang patut disebut sebagai beban negara adalah mereka yang memakan dan menghabiskan uang negara tanpa tanggung jawab, seperti para koruptor,” lanjut Wijaya.
Dia menambahkan, profesi guru bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan pengabdian yang menopang masa depan bangsa.
”Karena itu, dukungan penuh dari negara menjadi keharusan, bukan pilihan apalagi merendahkan dan menyakiti para guru,” tutur Wijaya.