KlikFakta.com – Puluhan warga Jawa Tengah yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih terjebak di berbagai negara Eropa.
Para korban berasal dari Pemalang, Brebes, Kota Tegal, dan Kabupaten Tegal.
Dari 83 orang yang diberangkatkan secara ilegal oleh tersangka KU (Kunali) asal Tegal dan NU (Nurjaman) dari Brebes, hanya 5 orang yang sampai ke tanah air.
Para korban dan keluarga pun datang ke Kantor Gubernuran, Kota Semarang pada Jumat sore (20/6/2025) untuk mengadu kepada Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi.
Mereka juga meminta bantuan agar keluarga mereka bisa dipulangkan.
Dilansir dari MetroTVNews, salah satunya adalah Tarsoni asal Brebes yang menangis berharap anaknya bisa berkumpul bersama keluarga lagi.
“Harapan saya, anak saya bisa pulang. Anak saya di Yunani sendirian. Makan seadanya,” ungkap Tarsoni.
Ia bercerita, anaknya yang bernama Dimas, usia 23 tahun kini terlunta-lunta di Yunani.
“Saya berterima kasih sekali Pak Gubernur sudah menanggapi kasus ini. Saya berharap Pak Gubernur berusaha membantu kepulangan anak saya,” ungkap Tarsoni.
Pertemuan itu juga menyambungkan para korban melalui Zoom yang ditayangkan dengan layar lebar.
Mereka juga meminta dipulanfkan oleh Ahmad Luthfi.
Ada pula yang ingin uang puluhan juta yang disetorkan ke tersangka dikembalikan.
“Saya pinjam bank untuk membayar keberangkatan. Tapi sekarang tidak bisa membayar angsurannya. Mau pulang tidak punya uang,” ungkap seorang korban.
Korban yang berhasil pulang, Carmadi bercerita kepada Ahmad Luthfi mengenai pengalamannnya ditipu para tersangka.
Semula ia tergiur dengan tawaran bekerja di Spanyol sebagai kru kapal ikan dengan iming-iming gaji 3.000 euro per bulan.
Setelah membayar sejumlah uang, ia diberangkatkan secara ilegal oleh agen perusahaan. Namun sesampainya di sana ia justru dipekerjakan sebagai pelayan restoran dengan upah jauh di bawah janji.
Carmadi mewakili korban lainnya menceritakan kronologi bagaimana ia bisa lolos dan kembali ke Indonesia.
“Saya bisa pulang tapi teman-teman saya masih banyak di sana. Nasib mereka saya tidak tahu,” ujar Carmadi.
Korban seperti Carmadi diminta membayar biaya pengurusan dokumen dan keberangkatan sebesar Rp65 juta. Namun total kerugiannya beragam dan mencapai lebih dari Rp75 juta.
Setelah sampai di Spanyol, para korban justru ditempatkan di rumah agen dan direkam dalam video menjadi semacam “komoditas” untuk dijual ke tempat kerja yang belum pasti.
“Awalnya dijanjikan kerja kapal, tapi begitu sampai malah disuruh kerja di restoran China. Gajinya 900 euro. Teman saya ada yang cuma dapat 700 euro. Tidak sesuai sama sekali,” kata Carmadi.
Sebagian korban berhasil kembali ke Indonesia, termasuk 5 orang dengan biaya sendiri, seperti Carmadi.
Mereka yang berhasil pulang kemudian melapor ke Polda Jateng. Barang bukti yang diamankan Polda Jateng meliputi, paspor, bukti transfer, print-out pemesanan tiket, dokumen perjanjian kerja, serta percakapan digital.
Menanggapi masalah ini, Ahmad Luthfi menegaskan Pemprov Jateng berkomitmen mendampingi proses hukum dan pemulihan korban TPPO.
“Kita sudah koordinasi dengan Polda dengan lawyer-nya (korban), sedapat mungkin masyarakat kita nanti akan kita tarik atau kita kembalikan ke Jawa tengah,” tegasnya, seusai berdialog bersama korban maupun keluarga, silansir dari laman resmi Pemprov Jateng.
Lebih lanjut, ia memerintahkan kepada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jateng, agar para korban TPPO bisa disalurkan ke perusahaan-perusahaan resmi, atau dipekerjakan kembali di wilayah Jawa tengah.
“Ini untuk menghindari, agar tidak terjadi adanya beban bagi masyarakat kita yang sudah ditipu itu,” jelasnya.
Atas kejadian tersebut, Luthfi mengimbau agar masyarakat tidak mudah tergiur iming-iming gaji besar.
Apalagi, pemberangkatannya dipatok dengan tarif besar, dan legal standing perusahaan yang memberangkatkan ternyata illegal.
“Jangan sampai kejadian TPPO di Jawa tengah itu terulang, saya selalu pantau, nanti saya koordinasi dengan Pak Kapolda,” kata dia.
Pemprov Jateng melalui Disnakertrans juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Divisi Hubungan Internasional Polri, dan Imigrasi, untuk menelusuri korban lain yang masih berada di luar negeri dan dalam kondisi rentan