KlikFakta.com, PATI – Dugaan kecurangan dalam pengisian perangkat desa (Perades) di Desa Suwatu, Pati, mencuat setelah Institut Hukum dan Kebijakan Publik (InHK) mengungkap sejumlah pelanggaran pada Jum’at (20/12).
Melansir dari betanews.id, dalam audiensi yang berlangsung di Kantor Kecamatan Tlogowungu, Kepala Desa Suwatu diduga melakukan pemalsuan Surat Keputusan (SK) dan penetapan skor ujian yang tidak sesuai prosedur.
Salah satu calon Perades, Fahruddin Baharsah, dinyatakan tidak lolos dengan skor ujian di bawah 50.
Namun, Divisi Advokasi Institut Hukum dan Kebijakan Publik (InHK), Kristoni Duha menemukan bahwa skor tersebut ditetapkan oleh panitia, bukan pihak ketiga yang berwenang, yaitu Universitas Indonesia (UI).
Hal ini melanggar Pasal 34 ayat 4 Perbup 35 tahun 2023 yang menyatakan bahwa pihak ketiga harus mengoreksi dan menetapkan hasil ujian.
“Pertama terkait skor hasil ujian tertulis. Kalau kita baca Pasal 34 ayat 4 Perbup 35 tahun 2023 bahwa yang mempunyai wewenang untuk memberikan skor ujian tertulis adalah pihak ketiga dalam hal ini Universitas Indonesia (UI),” ujar Kristoni sebagaimana dikutip dari betanews.id.
Kristoni Duha juga menjelaskan bahwa hasil ujian seharusnya berupa skor resmi, bukan sekadar nilai.
Dalam berita acara dari UI, hanya terdapat nilai ujian tanpa penetapan skor, menimbulkan keraguan atas keabsahan proses pengisian Perades tersebut.
Selain itu, dugaan pemalsuan SK juga mencuat. SK yang diduga palsu digunakan untuk meloloskan salah satu perangkat desa. Dalam audiensi, Kades Suwatu tidak membantah adanya tanda tangan dan stempel desa pada SK yang dipermasalahkan.
“Kades tadi juga mengakui tanda tangan dan stempel desa (di dalam SK yang diduga palsu). Di SK Riski Miftahul Ulum itu di kolom 9 dia sebagai wakil Bendahara 2. Itu sangat dipertanyakan. Besar dugaan itu dokumen palsu atau SK palsu,” ungkapnya.
Dugaan pemerasan juga menjadi sorotan. Fahruddin mengaku diminta uang hingga Rp 200 juta untuk bisa lolos sebagai Kaur Perencanaan.
Permintaan awal sebesar Rp 150 juta kemudian meningkat saat pertemuan dengan Kades dan orang tuanya.
“Permintaan pertama itu Rp 150 juta. Kemudian naik Rp 200 juta waktu ketemu langsung antara Kades dan orang tua Fahrudin di rumah. Tapi itu tidak penuhi orang tua Fahruddin sehingga faktanya Fahruddin dinyatakan tidak lolos,” ujarnya.
Kades Suwatu enggan memberikan tanggapan usai audiensi terkait tuduhan tersebut. Camat Tlogowungu, Tony Romas Indriarsa, menyatakan bahwa panitia telah bekerja sesuai aturan dan menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada jalur hukum jika diperlukan.
Kejadian ini menambah daftar panjang masalah dalam pengisian perangkat desa di Kabupaten Pati. Masyarakat berharap agar proses seleksi ke depan lebih kredibel dan tidak ada lagi dugaan ‘jual beli kursi’.
Sumber : betanews.id