Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Kisah Atrianis Pejuang Hak Disabilitas dan Gerakan Perempuan Asal Agam

Atriani, perempuan asal Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang bergelut pada berbagai gerakan sosial orang dengan disabilitas

KlikFakta.com – Inilah kisah Atrianis, perempuan asal Kabupaten Agam, Sumatera Barat yang bergelut pada berbagai gerakan sosial orang dengan disabilitas dan gerakan perempuan.

Atri, sapaan akrabnya, mulai bergaul dengan isu disabilitas dan perempuan ketika ia harus merelakan tangan kanannya kalah oleh tumor tulang ganas.

Berawal dari dua kali terkilir pada tangan kanannya. Atri mendapat diagnosa ia mengidap tumor tulang ganas sewaktu masih duduk di bangku SMP.

Meskipun begitu, ia memilih pengobatan alternatif lantaran tak mau amputasi.

Namun bukannya membaik, saat kelas 1 SMA, bengkak di tangan Atri semakin menjadi dan sangat sakit.

Akhirnya, Atri kembali menjalani pemeriksaan di rumah sakit.

“Ayahku pesan ke ibuku jangan sampe tangan anak diamputasi,” pesan ayah Atri saat ia pergi periksa ke RS.

Tahun 2007 menjadi momen pahit bagi Atri karena ia mengatakan kepada keluarga besarnya bahwa ia tangan kanannya siap diamputasi

“Saya tidak tahan dan sakit,” katanya.

Selesai operasi, ia menjalani masa pemulihan selama 1,5 bulan dan melakukan kemoterapi. Ia pun mulai belajar menulis dengan tangan kiri.

“Awalnya kaku, tulisan besar-besar, tapi itu harus dibiasakan” kata Atri.

Kehilangan tangan tak mambuat Atri berdiam diri. Sebaliknya, semangat menimba ilmu terus membara dalam dirinya.

“Sebenarnya agak takut sekolah, apalagi dengan keadaan seperti ini,” ungkap Atri.

Sempat dihantui ketidakyakinan, Atri mampu menuntaskan pendidikan SMA dan melanjutkan studi ke Padang.

Ia mengatakan jika orang tuanya memiliki kepercayaan kepadanya untuk merantau.

Bergabung ke Komunitas Disabilitas dan National Paralympic Committe

Atriani merupakan wakil ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Padang serta menjadi sekertaris pada Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sumatera Barat.

Saat bergabung di organisasi disabilitas, ia menyadari jika banyak hak penyandang disabilitas yang tidak terpenuhi.

“Seperti mereka terdiskriminasi di dunia pendidikan, akses kerja susah,” ujarnya.

Tak sampai di situ, tahun 2016, ia pun didapuk menjadi ketua National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Kota Padang untuk ajang Pekan Paralimpik Daerah (Peparda).

Ia sukses membawa Kota Padang menjadi juara umum dalam ajang perlombaan para penyandang disabilitas.

Di balik kesuksesannya membawa nama Padang, ia melihat kontingen Kapubaten Agam, tempat kelahirannya berada di bagian terakhir untuk peralihan medali.

Usai ajang perlombaan itu, ia memutuskan untuk membentuk NPC di Kabupaten Agam bersama temannya.

“Kita langsung adakan audiensi dengan Disdikpora, sekolah-sekolah, dan lain-lain untuk mencari atlet,” ungkapnya.

Perjalanannya mencari atlet tak mudah dengan berbagai keterbatasan yang ada. Namun di tahun 2019, ia bersama kontingen Kabupaten Agam berangkat di ajang Peparda se-Sumatera Barat dengan membawa sekitar 30 atlet. Itu merupakan jumlah atlet terbanyak yang pernah dibawa oleh kontingen Kabupaten Agam.

 Dengan semangat yang luar biasa, Kabupaten Agam menjadi juara dua dalam ajang Peparda tersebut.  

“Itu jadi prestasi yang sangat membanggakan,” ungkap Atri.

Perjuangan Mencari Kerja

Setelah lulus dari program studi Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di salah satu kampus di Padang, ia berusaha menyebar lamaran pekerjaan di berbagai tempat meski nihil hasilnya.

Ia akhirnya berkecimpung dalam organisasi disabilitas di Kota Padang. Atri mencoba untuk membulatkan tekad bergelut di organisasi dan tidak mencari kerja.

Tahun 2018, ia dipanggil sekertariat wilayah Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumbar untuk jadi staf hingga tahun 2020.  

Tahun 2020 ia kembali menyebarkan lamaran, namun sama sekali tidak ada yang panggilan kerja. Enam bulan kemudian ia diterima kerja di UPTD layanan disabilitas dan pendidikan inklusi Dinas Pendidikan dan Kebudaayaan Kota Padang.

“itu atas saran ketua perkumpulan penyandang disabilitas Kota Padang,”

Ia bekerja di sektor pemerintahan Kota Padang bagaian administrasi. Namun, pada Agustus 2022, Atri memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya

“Aku resign karena alasan ketidaknyamanan di lingkungan kerja,”

Atri bersyukur karena sebulan setelah itu ia diterima menjadi customer services di salah satu toko buku kota Padang.

Ia selalu menanamkan jiwa have fun terhadap proses yang dilalui, dengan berbagai hal yang telah ia lakukan, ia yakin dengan apa yang ia punya.

Baginya, ia harus berani menyuarakan kebenaran terutama bagi para penyandang disabilitas yang hak-haknya tak terpenuhi.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *