Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Jokowi & Prabowo Dinilai Hanya Nyinyir

Ilustrasi

klikFakta.com, JAKARTA – Tahapan Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2019 telah memasuki masa kampanye sejak beberapa pekan terakhir ini. Hanya saja, diantara calon dinilai hanya nyinyir saja, tidak mengkampanyekan program kepada public.

Hal itu seperti yang tengah ramai di media massa, kedua kubu di pemilihan presiden 2019 belakangan ini justru saling melontarkan serangan. Pernyataan seputar politik genderuwo yang diceploskan calon presiden inkumben, Joko Widodo atau Jokowi, serta tampang Boyolali yang dilontarkan Prabowo Subianto dinilai tidak substansi.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyebut pernyataan kedua capres itu sebagai kampanye nyinyirisme. “Ruang politik sudah terlalu banyak diisi oleh kampanye nyinyirisme. Semuanya perlu kembali ke kampanye substantif,” kata Rangkuti kepada Tempo pada Ahad, 11 November 2018.

Dalam situasi di mana hampir semua tindakan dan ucapan para capres dipermasalahkan, kata Rangkuti, ungkapan-ungkapan tersebut akan kembali menghangatkan suasana politik. “Akhirnya, publik hanya ribut soal ungkapan yang sebenarnya tidak perlu. Dan wajah kampanye hanya seperti bertarung mengungkapkan ungkapan yang saling menyindir, belum masuk ke soal-soal substantif,” kata dia.

Peneliti Departemen Politik Centre for Stretegic and International Studies (CSIS), Arya Fernandez, menilai capres dan cawapres kehilangan narasi ihwal program yang ditawarkan. Sehingga, kata Arya, yang bermunculan kemudian adalah narasi-narasi bernada marah atau negatif.

“Kedua pasangan kehilangan narasi soal program sehingga yang muncul adalah narasi-narasi seperti itu,” kata Arya kepada Tempo, Ahad, 11 November 2018.

Belakangan ini publik disuguhi aksi saling serang kedua kubu. Belum habis koalisi Prabowo mengkritik Jokowi lantaran pernyataan soal politikus sontoloyo, publik dihebohkan dengan omongan Prabowo mengenai tampang Boyolali.

Berikutnya, Jokowi kembali memantik perdebatan dengan ucapannya soal politik genderuwo. Calon wakil presiden pendamping Jokowi, Ma’ruf Amin juga melontarkan sebutan buta dan budek untuk orang-orang yang tak bisa mengapresiasi prestasi pemerintahan Jokowi selama empat tahun ini.

Calon wakil presiden pendamping Prabowo, Sandiaga Uno, juga kerap memantik kontroversi dengan pelbagai pernyataannya, misalnya, soal tempe setipis kartu ATM dan narasi-narasi lain soal harga-harga barang.

Menurut Arya, hilangnya narasi soal program ini menjadi ironi bagi kedua kubu. Arya mengatakan, sebagai inkumben ataupun penantang, Jokowi dan Prabowo semestinya saling adu gagasan jika ingin menang.

“Namun berdasarkan riset sejumlah lembaga, publik tidak mengetahui program yang ditawarkan kedua pasangan,” kata dia.

Juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Ferry Juliantono, membantah calon yang diusungnya tak memiliki narasi program. Ferry mengatakan, koalisi Prabowo sejak awal menyatakan bahwa ekonomi menjadi isu sentral yang diperbincangkan di pilpres 2019.

Ferry mengatakan, narasi soal harga-harga barang dan lapangan pekerjaan sudah menjadi dua topik yang selama ini konsisten disampaikan. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini malah melempar bola untuk media massa arus utama. Menurut dia, ruang untuk perdebatan visi dan program sangat terbatas di media massa.

“Media mainstream tidak memberikan tempat yang cukup tentang narasi yang kami sampaikan,” kata Ferry kepada Tempo, 11 November 2018.

Menurut kubu Jokowi, tak adanya perdebatan substansi di kampanye pilpres lantaran belum ada wadah yang memungkinkan terjadinya hal tersebut. 

Hal senada diungkapkan Direktur Program Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ario Bimo. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini mengatakan, tak adanya perdebatan substansif di kampanye pilpres lantaran memang belum ada wadah yang memungkinkan terjadinya hal tersebut.

Menurut Ario, perdebatan substantif soal program itu akan muncul jika Komisi Pemilihan Umum mulai menggelar debat resmi. Dia pun meminta pernyataan kandidat capres-cawapres belakangan ini tak dipersoalkan. “Kalau ada statement-statement dari kandidat, itu bukan suatu hal yang harus disalahkan,” kata Ario kepada Tempo.

Ario mengatakan, pernyataan Jokowi dan Ma’ruf adalah upaya pasangan nomor urut 01 itu agar masyarakat tidak “sontoloyo” dan buta-tuli terhadap capaian pemerintah. “Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf hanya mengajak agar berpolitik jangan seperti itu.”

Kendati begitu, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto mengatakan pernyataan-pernyataan semacam itu sebaiknya dihindari lantaran tak mencerdaskan. Sunanto berujar, kedua pasang kandidat seharusnya mulai berfokus menyampaikan kapasitas dan apa yang mereka tawarkan.

Sunanto mengatakan, diksi-diksi dalam pernyataan para kandidat ini bisa saja tidak melanggar ketentuan Pemilu. Namun, kata dia, para calon pemimpin itu harus menimbang etika sebelum melontarkan ucapan-ucapan. “Secara pelanggaran tidak bisa langsung ditetapkan, tapi soal bagaimana etika dan menjaga moral pemilih,” kata Sunanto.

Sumber : Tempo.co
Editor : WAHYU KZ

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *