Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Ketua DPRD Jepara Soroti Ihwal Hilirisasi: “Jangan Samakan dengan Pelonggaran Ekspor Kayu Mentah”

Ketua DPRD Kabupaten Jepara, Agus Sutisna.

klikFakta.com, JEPARA – Ketua DPRD Jepara, Agus Sutisna, mengingatkan pemerintah pusat maupun daerah agar berhati-hati dalam menggunakan istilah hilirisasi, khususnya terkait industri perkayuan. Menurutnya, hilirisasi kerap disalahartikan sebagai wacana membuka kembali peluang ekspor bahan baku kayu mentah, padahal hal tersebut justru bertentangan dengan prinsip dasar pengolahan industri.

Agus menegaskan bahwa Jepara sejak lama dikenal sebagai pusat industri pengolahan kayu, bukan sekadar pemasok bahan mentah. Identitas Jepara terbangun dari industri mebel dan furnitur, sehingga kebijakan terkait kayu harus memperkuat sektor hilir, bukan melemahkan pasokan bahan baku lokal.

Jepara Pernah Masuki Masa Keemasan Industri Mebel

Ia mengingatkan kembali masa keemasan industri mebel Jepara pada periode 1999 hingga 2011. Saat itu, ekspor furnitur tengah berada pada titik tertinggi dan nilai tukar dolar memberikan keuntungan besar bagi pengrajin.

Kalau berbicara hilirisasi, Jepara sejak dulu sudah menjalankan itu. Tapi masa emasnya memang saat ekspor mebel sedang tinggi sekali,” ujar Agus, Minggu (30/11/2025).

Pada masa tersebut, ribuan pengusaha dan perajin di Jepara tumbuh pesat berkat kuatnya permintaan pasar internasional terhadap furnitur jati dan mahoni produksi lokal.

Larangan Ekspor Bahan Mentah Harus Tetap Ditegakkan

Agus dengan tegas menolak wacana membuka kembali ekspor kayu bulat atau bahan setengah jadi. Ia mengingatkan bahwa kebijakan larangan ekspor kayu mentah sudah berlaku sejak lama, termasuk pembatasan ekspor kayu dalam bentuk papan.

Bahkan ekspor papan pun ada aturannya. Jangan sampai muncul wacana pelonggaran ekspor bahan mentah,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa cadangan kayu jati di Pulau Jawa semakin menipis. Banyak pelaku industri mebel di Jepara kini harus mencari pasokan kayu dari wilayah luar Jawa, termasuk Sulawesi. Jika ekspor bahan baku kembali dibuka, kondisi tersebut dikhawatirkan akan makin menekan pasokan kayu untuk industri lokal.

Kalau mau keluar negeri, kayu itu harus sudah jadi barang jadi. Itu baru hilirisasi yang benar,” tambahnya.

Negara-Negara Besar Jaga Hutan, Indonesia Harus Belajar

Agus juga menyoroti pola kebijakan sejumlah negara tujuan ekspor produk Jepara, seperti Eropa, Amerika, Australia, hingga negara-negara Asia. Menurutnya, negara-negara tersebut cenderung menjaga ekosistem hutan mereka sehingga tidak banyak menebang pohon secara masif.

“Mereka bukan tidak punya kayu. Mereka sengaja menjaga hutan mereka. Jangan sampai kita justru yang menguras sumber daya, sementara mereka tinggal membeli bahan baku mentah dari luar,” jelasnya.

Karena itu, ia meminta pemerintah benar-benar memahami pola perdagangan global. Mengirim barang jadi bernilai tinggi jauh lebih menguntungkan, sekaligus mencegah eksploitasi hutan Indonesia yang sudah mengalami tekanan besar.

Apresiasi pada Perhutani: Penebangan Sesuai Usia Tanaman

Selain menyoroti kebijakan ekspor, Agus juga mengapresiasi langkah Perhutani yang dinilai konsisten menjalankan penebangan kayu secara terukur berdasarkan usia tumbuh. Menurutnya, pola ini penting untuk menjaga kesinambungan regenerasi hutan.

Menebang sesuai usia itu kunci kelestarian. Jangan tebang kayu muda, karena itu merusak siklus hutan,” katanya.

Hilirisasi Sebagai Tanggung Jawab Ekonomi dan Ekologi

Agus menutup pesannya dengan menegaskan bahwa hilirisasi tidak boleh dipahami hanya dalam konteks ekonomi. Lebih dari itu, hilirisasi adalah bentuk tanggung jawab untuk menjaga keberlanjutan alam sekaligus mempertahankan keunggulan industri Jepara yang sudah lama dikenal di dunia.

Jepara sudah puluhan tahun menyumbang devisa dari produk jadi, bukan bahan mentah. Kebijakan harus memperkuat industri hilir, bukan melemahkan bahan bakunya,” tutupnya. (ADV)

Share: