klikFakta.com, JEPARA – Literasi tidak hanya berarti kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan untuk memahami, menilai, dan memaknai informasi secara bijak. Hal itu menjadi sorotan utama dalam dialog interaktif bertema “Literasi dan Meningkatkan Budaya Baca” yang menghadirkan dua anggota DPRD Kabupaten Jepara, Padmono Wisnugroho dan Haizul Ma’arif (Gus Haiz).
Padmono: Literasi Butuh Keseimbangan antara Kecepatan dan Kedalaman
Sekretaris Komisi A DPRD Jepara, Padmono Wisnugroho, mengingatkan bahwa generasi muda saat ini hidup di tengah arus informasi yang sangat cepat. Media digital membuat akses informasi menjadi instan, namun sering kali mengorbankan kedalaman pemahaman dan akurasi.
“Anak muda sekarang cenderung mencari yang cepat dan simpel. Tapi sayangnya, banyak informasi diterima tanpa proses klarifikasi. Literasi bukan hanya membaca, tapi juga memaknai dan menimbang kebenaran dari informasi itu,” ujarnya.
Padmono menilai, kebiasaan membaca buku, majalah, atau koran yang dulunya membentuk budaya cek dan ricek kini mulai hilang. Padahal, literasi yang sehat menuntut adanya proses berpikir kritis dan verifikasi sumber informasi.
“Membaca media cetak melatih kesabaran dan ketelitian. Ini berbeda dengan pola membaca cepat di media sosial yang sering memunculkan bias dan kesimpulan keliru,” tambahnya.
Gus Haiz: Literasi Jadi Fondasi Pembangunan dan Cermin Kemajuan Daerah
Anggota Komisi D DPRD Jepara, Gus Haiz, menegaskan bahwa literasi merupakan pondasi utama pembangunan daerah. Menurutnya, masyarakat yang gemar membaca dan mampu berpikir kritis akan lebih mudah memahami arah kebijakan pemerintah, sekaligus aktif terlibat dalam proses pembangunan.
“Literasi tidak berhenti pada kemampuan baca-tulis. Literasi adalah kemampuan berpikir kritis dan memahami konteks. Kalau masyarakatnya melek literasi, kebijakan pemerintah juga akan lebih mudah diterima dan dikawal bersama,” jelasnya.
Ia menambahkan, peningkatan literasi harus melibatkan semua pihak—pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas, hingga keluarga. Semua sektor memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan masyarakat yang gemar membaca, menulis, dan berpikir reflektif.
Selain berdampak pada pembangunan, literasi juga berperan penting dalam pelestarian budaya lokal. Gus Haiz mencontohkan, kegiatan sederhana seperti menulis tentang sejarah desa, mendokumentasikan tradisi, atau membuat kliping tentang tokoh Jepara dapat menjadi bentuk nyata kecintaan terhadap daerah.
“Dengan menulis dan membaca sejarah lokal, kita menanamkan rasa bangga pada identitas daerah. Literasi bisa menjadi jembatan antara generasi muda dan akar budayanya,” ujarnya.
Jepara Raih Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen Literasi
Dalam kesempatan yang sama, Gus Haiz menyampaikan apresiasi terhadap pemerintah daerah Jepara yang berhasil membawa perpustakaan daerah meraih penghargaan tingkat nasional. Ia menilai capaian tersebut sebagai bukti nyata komitmen pemerintah dalam mendorong budaya baca masyarakat.
“Kita patut bersyukur dan bangga, karena prestasi itu menunjukkan Jepara serius memperkuat literasi. Literasi sangat erat kaitannya dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kalau ingin menaikkan IPM, kita juga harus menggenjot budaya literasi,” tegasnya.
Dialog Interaktif sebagai Ruang Refleksi Bersama
Dialog literasi tersebut digelar oleh Diskominfo Jepara melalui program siaran Radio R-Lisa, baru-baru ini, dengan Muhammad Safrudin, Sub Koordinator Media Massa Diskominfo, sebagai pemandu.
Acara ini menjadi ruang refleksi bersama antara DPRD dan masyarakat mengenai pentingnya membangun budaya literasi yang berkelanjutan. Melalui kegiatan seperti ini, Diskominfo Jepara berupaya memperkuat kesadaran bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca teks, tetapi kunci mencetak masyarakat yang cerdas, kritis, dan berdaya saing di tengah derasnya arus informasi digital. (ADV)







