klikFakta.com, JEPARA – Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) bukan hanya menjadi ajang seremonial tahunan, tetapi juga momentum penting untuk melakukan refleksi terhadap arah pendidikan moral di tengah masyarakat. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jepara, M. Latifun, menegaskan bahwa momen ini seharusnya dimanfaatkan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai akhlak, etika, dan sopan santun di kalangan generasi muda yang kini dinilai mulai mengalami kemunduran.
Menurut Latifun, kondisi saat ini menunjukkan adanya kecenderungan generasi muda yang semakin unggul dalam hal akademik dan kemampuan intelektual, namun justru melemah dalam aspek moral dan etika sosial. Ia menyebut, ketidakseimbangan tersebut menjadi persoalan serius dalam dunia pendidikan modern yang terlalu fokus pada pencapaian nilai, tetapi sering kali mengabaikan pembentukan karakter.
“Banyak pelajar sekarang memang cerdas secara akademik, tapi kurang dalam hal adab dan sopan santun. Dalam budaya Jawa, hal ini disebut unggah-ungguh, yaitu tata krama yang mencerminkan penghormatan dan moralitas. Padahal, unggah-ungguh adalah pondasi penting dalam membentuk kepribadian yang baik,” ujar M. Latifun, Kamis (23/10/2025).
Pesantren Jadi Model Ideal Pendidikan Moral
Latifun menilai, pesantren memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk karakter dan kepribadian generasi muda. Di lembaga pendidikan berbasis keagamaan itu, santri tidak hanya dididik untuk memahami ilmu agama, tetapi juga dilatih untuk hidup mandiri, disiplin, serta menghormati sesama.
Ia melihat tren positif di mana semakin banyak orang tua yang memilih pondok pesantren sebagai tempat pendidikan bagi anak-anak mereka. Menurutnya, hal itu menunjukkan adanya kesadaran baru di tengah masyarakat bahwa pendidikan moral dan spiritual memiliki peran penting dalam membangun masa depan bangsa.
“Di pesantren, anak-anak tidak hanya diajarkan membaca kitab atau ilmu agama, tapi juga dilatih untuk berdisiplin, bertanggung jawab, dan berakhlak baik. Nilai-nilai itu yang kini mulai memudar di sekolah umum. Padahal, pendidikan moral tidak kalah penting dibandingkan kemampuan akademik,” jelasnya.
Pendidikan Moral sebagai Fondasi Kehidupan
Lebih jauh, Latifun menegaskan bahwa pendidikan moral bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi utama dalam membangun kesuksesan hidup. Ia menilai, kecerdasan tanpa diimbangi akhlak yang baik justru bisa membawa seseorang pada perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
“Orang yang berakhlak baik, meski tidak terlalu pintar, biasanya akan tetap sukses karena kejujurannya, tanggung jawabnya, dan sikap rendah hatinya. Sebaliknya, orang pandai tapi tidak punya akhlak bisa tersesat oleh kepandaiannya sendiri,” tegas politisi asal Jepara tersebut.
Seruan untuk Semua Pihak: Keluarga, Sekolah, dan Pemerintah
M. Latifun juga mengajak seluruh elemen masyarakat — mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, hingga pemerintah daerah — untuk bergandeng tangan memperkuat pendidikan karakter. Ia menekankan bahwa pembentukan moral tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah atau pesantren semata, tetapi juga harus dimulai dari lingkungan keluarga sebagai tempat pendidikan pertama bagi anak.
“Hari Santri Nasional harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa keberhasilan pendidikan tidak diukur hanya dari nilai akademik atau prestasi sekolah. Yang lebih penting adalah bagaimana anak-anak tumbuh menjadi pribadi berakhlak, jujur, dan beretika,” pungkasnya.
Latifun berharap, semangat Hari Santri dapat menjadi titik balik bagi masyarakat untuk kembali menempatkan nilai-nilai moral sebagai bagian utama dari sistem pendidikan di Indonesia. Sebab, bangsa yang besar bukan hanya dibangun oleh orang-orang pintar, tetapi oleh generasi yang berilmu dan berakhlak mulia. (ADV)







