Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Lahan Pertanian Jepara Terus Menyusut, Anggota DPRD M. Latifun Beri Respon

Ketua DPC Partai Demokrat, sekaligus anggota DPRD Jepara, M. Latifun

klikFakta.com, Jepara – Penyusutan lahan pertanian di Kabupaten Jepara kembali menjadi perhatian publik. Fenomena ini dinilai semakin mengkhawatirkan seiring dengan meningkatnya kebutuhan lahan permukiman akibat pertumbuhan penduduk. Kondisi tersebut turut mendapat sorotan serius dari Anggota DPRD Jepara dari Partai Demokrat, M. Latifun, yang menilai bahwa penyusutan lahan pertanian harus segera diatasi melalui kebijakan dan penegakan aturan yang konsisten.

Menurut Latifun, secara regulasi sebenarnya Jepara sudah memiliki instrumen yang cukup kuat untuk mencegah alih fungsi lahan. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) RTRW tahun 2023 yang di dalamnya memuat aturan jelas mengenai kawasan pertanian dan lahan sawah yang harus dijaga keberadaannya.
“Dalam Perda RTRW 2023, ada sekitar 24.000 hektare lahan sawah yang masuk kategori Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Artinya, lahan tersebut tidak boleh dialihfungsikan begitu saja,” ujar Latifun, Rabu (5/11).

Ia menekankan bahwa persoalan utama saat ini adalah lemahnya komitmen kolektif dalam menjaga lahan pertanian tersebut. Penegakan aturan yang masih longgar membuat konversi lahan pertanian tetap terjadi.
“Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan penertiban, sementara pelaku usaha dan masyarakat juga harus menyadari pentingnya menjaga ketersediaan lahan pangan. Ini bukan hanya soal tata ruang, tetapi soal ketahanan pangan daerah,” tegasnya.

Selain Perda RTRW, Pemkab Jepara juga telah memiliki Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang ditetapkan pada 2025. Regulasi ini menjadi dasar penting untuk memperkuat posisi petani dalam menghadapi tantangan produksi dan distribusi pangan. Latifun berharap, implementasi Perda tersebut benar-benar diwujudkan dalam perencanaan anggaran daerah.
“Program-program yang berkaitan dengan Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Petani harus masuk dalam APBD 2026 secara terencana. Jangan sampai perda hanya menjadi dokumen tanpa pelaksanaan nyata,” jelasnya.

Latifun juga menyoroti beberapa hal fundamental yang perlu dipastikan pemerintah jika ingin meningkatkan produktivitas pertanian di Jepara. Mulai dari ketersediaan air irigasi, akses bibit unggul, pupuk yang cukup, permodalan murah bagi petani, jaminan gagal panen, hingga penggunaan teknologi pertanian modern.
“Hal-hal tersebut adalah kebutuhan paling dasar. Pemerintah harus hadir untuk memastikan semuanya terpenuhi. Dengan begitu, petani bisa lebih fokus meningkatkan produksi,” imbuhnya.

Ia menegaskan bahwa produktivitas pertanian tidak ditentukan semata-mata oleh luas lahan, tetapi oleh efektivitas pengelolaan lahan tersebut. Optimalisasi pemanfaatan lahan bisa dilakukan dengan cara yang lebih sistematis dan terintegrasi.
“Kita harus melihat bahwa pertanian tidak berdiri sendiri. Saya mendorong penerapan sistem pertanian terintegrasi yang menggabungkan tanaman pangan, peternakan, dan perikanan dalam satu ekosistem,” papar Latifun.

Model pertanian terintegrasi, menurutnya, tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan ekonomi petani.
“Ketika limbah dari satu sektor bisa dimanfaatkan untuk sektor lainnya, maka efisiensi meningkat, biaya produksi menurun, dan pendapatan petani bisa lebih stabil. Lingkungan juga lebih lestari,” jelasnya.

Dengan berbagai regulasi yang sudah ada, Latifun menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan para pelaku usaha untuk menjaga keberlanjutan pertanian di Jepara. Ia mengingatkan bahwa penyusutan lahan pertanian bukan hanya persoalan hari ini, tetapi menyangkut masa depan ketahanan pangan daerah.
“Jika kita tidak memikirkan ini secara serius, ancaman krisis pangan bisa benar-benar terjadi. Jepara harus memperkuat sektor pertanian sebagai fondasi utama ketahanan pangan,” pungkasnya. (ADV)

Share: