klikFakta.com, JEPARA – Upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan di Kabupaten Jepara terus menunjukkan perkembangan positif. Sebanyak enam Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) asal Jepara resmi diajukan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia tahun 2025.
Sidang penetapan telah digelar oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jakarta baru-baru ini, dan menjadi perhatian berbagai pihak di daerah, termasuk kalangan legislatif Jepara.
Enam unsur budaya tersebut meliputi Batik Jepara, Baratan Kalinyamatan, Horog-horog, Memeden Gadhu, Pindang Serani, dan Ukir Kaligrafi Jepara.
Seluruhnya dinilai memiliki nilai historis yang kuat, mencerminkan kearifan lokal masyarakat Jepara, serta menyimpan potensi ekonomi kreatif yang besar jika dikembangkan dengan baik.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Jepara, M. Latifun, menyampaikan apresiasi dan dukungannya terhadap langkah pemerintah daerah yang telah menginisiasi pengajuan keenam OPK itu ke tingkat nasional. Menurutnya, langkah tersebut merupakan bentuk nyata keseriusan Jepara dalam melestarikan warisan budaya leluhur sekaligus menguatkan identitas daerah yang selama ini dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan dan seni ukir di Indonesia.
“Kita patut berbangga karena Jepara kembali menunjukkan perannya sebagai daerah yang kaya akan warisan budaya. Pengajuan enam objek budaya ini bukan hanya soal pengakuan formal dari pemerintah pusat, tetapi juga tentang tanggung jawab kita semua dalam menjaga nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para pendahulu,” ujar Latifun, Jumat (10/10).
Namun demikian, Latifun juga menekankan pentingnya kelengkapan data dan dokumentasi dalam proses pengajuan WBTB. Menurutnya, pengakuan dari pemerintah pusat membutuhkan dasar ilmiah dan administratif yang kuat, agar usulan tidak hanya bersifat simbolis, tetapi benar-benar dapat menjadi dasar perlindungan hukum dan pengembangan kebudayaan di masa depan.
“Setiap OPK harus memiliki data yang lengkap—baik berupa sejarah, fungsi sosial, nilai filosofis, maupun bukti-bukti pendukung seperti foto, video, dan kajian akademik. Kelengkapan dokumen ini akan menentukan apakah warisan budaya kita bisa lolos dan diakui secara nasional,” tambahnya.
Lebih lanjut, Latifun menilai bahwa setelah usulan ini disetujui dan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, Pemerintah Kabupaten Jepara perlu segera menyiapkan regulasi daerah yang mengatur perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya tersebut. Regulasi ini penting untuk memastikan agar setiap warisan budaya tak hanya sekadar tercatat, tetapi juga terlindungi dari kepunahan dan eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.
“Saya berharap ada payung hukum di tingkat daerah, entah berupa peraturan bupati atau peraturan daerah, yang secara khusus mengatur perlindungan terhadap warisan budaya tak benda. Dengan begitu, pelestarian ini bisa dilakukan secara berkelanjutan dan terarah,” tegasnya.
Politisi yang dikenal peduli terhadap isu kebudayaan dan pemberdayaan masyarakat ini juga menyoroti pentingnya pelibatan masyarakat lokal, komunitas seni, dan lembaga budaya dalam proses pelestarian. Ia menilai, warisan budaya hanya akan hidup jika masyarakatnya ikut merawat dan menghidupkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Pelestarian tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja. Masyarakat, seniman, budayawan, dan komunitas lokal harus diberi ruang dan dukungan agar bisa terus mengembangkan tradisi dan karya budayanya. Kita ingin warisan budaya ini tetap hidup, bukan hanya dipajang di museum atau dijadikan simbol seremonial,” jelasnya.
Selain itu, Latifun juga mendorong adanya pendanaan jangka panjang dan program pembinaan berkelanjutan yang dapat menjamin keberlangsungan warisan budaya tersebut. Ia mengingatkan bahwa banyak warisan budaya yang terancam punah bukan karena kurangnya pengakuan, tetapi karena minimnya dukungan sumber daya dan regenerasi pelaku budaya.
“Kalau kita hanya berhenti pada penetapan tanpa ada tindak lanjut, maka pengakuan ini tidak akan membawa manfaat besar. Harus ada pembinaan, pelatihan, hingga dukungan promosi agar budaya lokal bisa berkembang menjadi potensi ekonomi kreatif yang menyejahterakan masyarakat,” ujarnya.
Sebagai penutup, M. Latifun mengungkapkan optimismenya bahwa Jepara akan mampu menjadi contoh daerah yang sukses mengawal dan mengembangkan warisan budaya tak benda. Ia berharap pengakuan dari pemerintah pusat nantinya dapat menjadi pemicu semangat baru bagi masyarakat Jepara untuk lebih mencintai, melestarikan, dan mengembangkan kekayaan budaya daerahnya.
“Jepara memiliki sejarah panjang dan budaya yang sangat kaya. Jika dikelola dengan baik, warisan ini bisa menjadi sumber kebanggaan sekaligus kekuatan ekonomi baru. Saya yakin Jepara bisa menjadi model bagi daerah lain dalam menjaga warisan budaya agar tetap hidup, relevan, dan mendunia,” pungkasnya. (ADV)







