Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Beda Sikap, Ini Tanggapan MUI Pati Soal Sound Horeg

Truk sound horeg (sumber: istimewa)

KlikFakta.com, PATI – Saat Jawa Timur tengah gencar-gencarnya melarang penggunaan sound horeg, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pati justru menawarkan solusi penggunaan sound horeg yang beretika dan sesuai kearifan lokal.

Menanggapi isu haramnya sound horeg, Ketua MUI Kabupaten Pati, KH Abdul Karim menilai persoalan ini menyangkut etika sosial kemasyarakatan.

Menurutnya, penggunaan sound horeg di Jatim memang sudah sangat meresahkan dan condong ke hal negatif.

“MUI Jatim mengharamkan sound horeg karena melihat sisi dampaknya yang tidak baik. Sound horeg di Jatim kan kalau kita lihat, memang terlalu berlebihan dari sisi kapasitas, volume, dan hal-hal lain yang menyertainya,” ungkap KH Abdul Karim kepada TribunBanyumas.com, Rabu (23/7/2025).

Ia menuturkan, di Islam, hukum mengikuti alasan. “Kalau alasannya begitu, ya hukumnya begitu,” jelas KH Abdul Karim menerangkan salah satu prinsip ushul fiqh.

Meski begitu, ia tetap menekankan pentingnya menghargai kreativitas dan ekspresi sosial masyarakat.

“Pertanyaannya sekarang, bagaimana supaya kreativitas itu bisa dinikmati, dirasakan, dan diikuti masyarakat secara simpatik?” ucap KH Abdul Karim.

Sebagai solusi, ia menyarankan agar kapasitas dan volume sound dikurangi.

“Tinggi besar, masyaallah, kanan-kiri penuh, belakang penuh, akhirnya tidak bisa dinikmati. Desibel terlalu tinggi, di dada juga menyakitkan,” tutur dia.

Selain itu, penggunaan lighting juga harus jadi perhatian agar benar-benar dinikmati masyarakat.

Terkait tari-tarian yang kerap dilakukan pengiring sound horeg, ia meminta agar hal-hal tersebut digeser ke arah yang lebih santun dan membumi.

“Coba mencerminkan tradisi kesenian lokal, seni tari yang mencerminkan keindahan, yang lebih indah dan nyaman ditonton,” katanya.

Dia mendorong agar kreativitas lewat sound horeg ini tidak serta-merta dibungkam, melainkan diarahkan.

Alih-alih meniru sound horeg di Jatim, menurutnya, lebih baik sound horeg di Pati dikembangkan dengan karakter tersendiri yang mencerminkan budaya lokal.

“Tonjolkan desain, permainan cahaya, kesenian lokal yang menyenangkan—bukan yang mengarah ke hal negatif,” saran dia.

Ia menyampaikan, keberlanjutan kreativitas haruslah berpijak pada nilai kesantunan dan budaya yang luhur.

“Yang biasanya diiringi tari-tarian buka aurat, diganti saja dengan tradisi lokal yang anggun dan berbudaya, tidak harus yang mengumbar aurat. Kalau yang ditampilkan itu anggun dan berbudaya, orang akan menikmati dan senang,” kata dia.

 

Sumber: TribunBanyumas.com

Share: