Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Keberanian Pemain Tradisi Ekstrem Perang Obor Tegalsambi

Berlangsungnya perang obor di Desa Tegalsambi, Jepara (5/6/2023) (KlikFakta/Nur Ithrotul Fadhilah)

KlikFakta.com, JEPARA – Tradisi ekstrem perang obor di Tegalsambi, Tahunan, Jepara hingga saat ini masih terus dilestarikan dan digelar tiap tahun. Tradisi tersebut melibatkan warga asli Tegalsambi yang menjadi pemain dalam perang obor.

Tradisi yang sudah masuk sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) tersebut merupakan puncak dari pelaksanaan sedekah bumi Desa Tegalsambi.

Petinggi Desa Tegal Sambi, Agus Santoso menyebut ada 40 pemain yang mengikuti perang obor. Pihak desa juga telah menyiapkan 400 obor dari pelepah daun kelapa kering.

Agus mengatakan, sejarah perang obor dimulai saat Mbah Babadan yang memiliki banyak ternak yang dirawat oleh Mbah Gemblong. Namun, suatu ketika, ada ternak yang sakit dan mati.

Mbah Babadan sempat salah paham karena menduga Mbah Gemblong lalai dalam tugasnya karena asyik makan ikan di tepi sungai.

“Hingga akhirnya bertikai saling memukulkan obor tapi hewan ternak lari tunggang langgang sehingga mereka berhenti bertikai. Memberikan wasiat supaya kelak melaksanakan perang obor sebagai ritual tolak balak,” kata dia.

Salah satu pemain perang obor, Abidzar Gozi (21), mengaku tahun ini menjadi tahun ketiga ia menjadi pemain perang obor karena diajak oleh sang ayah. Meski terasa panas terkena obor, ia tak kapok.

“Sudah 3 tahun mengikuti dan tidak pernah absen. Pertama ya kayak terasa panas kalau sudah main tidak terasa. Awalnya masih bingung seperti apa itu perang obor pertama sedikit takut,” ungkapnya.

Ia menyebut tak kapok menjadi pemain dan berencana akan menjadi pemain onor di tahun depan.

“Tahun depan insyallah mau ikut. Tidak menyesal karena dedikasi untuk desa,” katanya.

Meski terluka di bagian tangan dan terasa panas, ia mengaku akan sembuh setelah diolesi minyak ramuan yang dibuat oleh istri petinggi.

“Terluka di tangan biasanya panas diobati besok langsung sembuh dan kering,” pungkasnya.

Pemain obor lain, Yanto (51), menyebut sudah sejak tahun 2003 menjadi pemain perang obor tiap tahunnya. Ia juga pernah mengalami luka, namunn akhirnya sembuh usai diobati dengan ramuan.

“Asyik dan untuk sedekah bumi. Pernah luka diobati satu malam besok kering. Setiap tahun ikut. Tidak ada rasa takut. Pas itu ikut diajak paman,” katanya,

Ia berharap, ke depannya tradisi perang obor terus digelar karena menjadi wujud nguri-nguri budaya.

Sebagai informasi, ramuan obat untuk mengobati luka bakar akibat perang obor yakni bunga kepundhen yang didoakan bersama-sama, selanjutnya bunga layu tersebut dikumpulkan yang selanjutnya diramu dengan minyak kelapa murni.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *