KlikFakta.com – Kehadiran tren belanja baju bekas alias thrifting rupanya bisa membawa dampak merugikan. Sebagaimana Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan thrifting bisa berdampak negatif pada pendapatan negara hingga masalah lingkungan.
Thrifting atau belanja baju bekas yang notabenenya impor dan bermerk ini mampu mengancam industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta usaha kecil (UMKM).
Bukan hanya itu, belanja baju bekas juga akan menghambat penciptaan lapangan pekerjaan. Karena penjualan baju bekas bisa menurunkan produksi busana dan mengancam keberadaan usaha tanah air.
“Ini akan menggerus lapangan kerja yang mestinya bisa tercipta sampai 25.000. Ini malah tergerus dengan impor barang-barang bekas,” ucapnya pada Selasa (14/3), sebagaimana melansir dari beritasatu.
Ia kemudian melanjutkan, ada dampak kesehatan dan lingkungan dari thrifting.
Adapun risiko dari baju bekas adalah kemungkinan adanya bakteri, kutu, dan jamur yang bisa mengakibatkan infeksi karena sifatnya ‘bekas’.
Pembeli tidak bisa melacak dan tahu pasti siapa pemakai sebelumnya dan bagaimana perlakuan terhadap baju bekas itu.
Sehingga apapun yang ada di pakaian itu bisa menulari pemakai selanjutnya.
Teten mengatakan, pihaknya keras menolak thrifting baju bekas impor.
“Argumen kita untuk menolak masuknya pakaian bekas dan sepatu bekas impor untuk diperdagangkan sangat kuat. Kita ingin melindungi produk dalam negeri terutama di sektor TPT,” katanya.
Ia mengatakan, kegiatan barang impor thrifting yang masuk ke Indonesia sudah termasuk barang ilegal.
“Saat ini kami terus mendorong masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri melalui kampanye BBI (Bangga Buatan indonesia)yang telah digaungkan Presiden Jokowi sejak tahun 2020,” ungkap Teten.
Menyadur Parapuan, thrifting adalah kegiatan membeli pakaian bekas. Kegiatan ini bisa menjadi pilihan bagi orang-orang yang menginginkan pakaian bermerk dengan harga miring.
Thrifting digadang-gadang menjadi solusi fast fashion yang bisa memberi dampak merugikan bagi lingkungan.