Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Pesan Moral Kisah Nabi Ibrahim & Ismail

IMG 20190810 WA0037

Oleh : Ahmad Kharis*

Alhamdulillah tak terasa waktu yang berjalan begitu cepat, tinggal menghitung 5 hari kedepan akan bertemu dengan bulan suci Idul Adha. Momen inilah sebagian orang disibukan dengan agenda mudik ke kampung halaman. Bahkan anggapan orang Madura jika bulan haji atau Idul Adha adalah waktu yang terbaik pulang kampung, hal ini terbalik dengan anggapan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Istilah toron adalah kebiasaan orang Madura mudik ke kampung halamannya masing-masing. Makna kata toron secara bahasa turun ke bawah dalam bahasa Indonesia disebut turun. Makna kata toron lebih luas diartikan membangun kembali (rekonsiliasi) antar keluarga, kerabat dan saudara untuk menjalin silaturohim sehingga keakraban antar warga Madura tetap utuh. Demikian sekilas budaya warga Madura ketika momen Idul Adha atau lebaran haji.

Peristiwa Idul Adha yang paling penting kita ketahui adalah kejadian Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Secara historis, Nabi Ibrahim AS mendapatkan mimpi yang menceritakan didatangi seseorang membawa pesan suci dari Allah SWT, agar melakukan penyembelihan terhadap anaknya Nabi Ismail AS. Beberapa hari setelah mimpi pertama, Nabi Ibrahim AS mendapatkan mimpi yang sama atau mimpi yang kedua. Ketika itu perasaan yakin dalam diri Nabi Ibrahim AS bahwa mimpi yang dialaminya benar-benar mengandung pesan sakral dari Allah SWT.

Lalu tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah Nabi Ismail AS dibawa ke suatu tempat yang lapang akan dilaksanakan penyembelihan. Sikap taat dan patuh kepada orang tua pun ditunjukkan dengan mengikuti perintah semata-mata perintah itu datang dari Allah SWT.

Singkat cerita, perjalanan Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar mengeksekusi anaknya dikisahkan penuh gangguan dari setan. Mereka melempari setan dengan batu kerikil. Nabi Ibrahim AS telah menunjukkan ketulusan dan pengorbanan melalui prosesi penyembelihan Nabi Ismail AS yang penuh kenyakinan dan percaya melaksanakan perintah Allah SWT, sebagai bentuk baktinya kepada orang tua dengan menyerahkan jiwa dan raga.

Nabi Ibrahim AS menatap mata anaknya sambil menghunuskan parang ke lambung perut. Namun berkali-kali tidak berhasil melukai lambung perut. Nabi Ismail AS memberikan isyarat agar ayahnya tidak memandangnya saat menghunuskan parang tersebut. Seketika turun wahyu dari Allah SWT yang diabadikan dalam Surat QS. Ash-Shaaffaat: 106-111 “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba kami yang beriman”.

Akhirnya Allah SWT menggantikan Nabi Ismail AS dengan domba yang ada disampingnya, segera disembelihlah seraya mengharap ridla-Nya atas ujian yang berat telah diselesaikan.

Hikmah yang bisa dipetik dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS diatas adalah :

Belajar rela berkorban
Kita harus belajar untuk rela berkorban terhadap apapun yang dimiliki. Ketika dihadapkan pada momen keridlaan Allah SWT, maka tidak bisa kita hindari keteguhan hati, sikap ragu dan takut harus dihilangkan hingga titik default manusia diciptakan ke bumi. Menengok kisah Nabi Adam AS dan Hawa yang diturunkan ke bumi oleh Allah SWT akibat tindakan Adam yang ceroboh. Niat dia sejatinya adalah menunjukkan rasa pengorbanan tapi justru sebaliknya hal itu dianggap perilaku yang buruk dan terkutuk. Sehingga mereka diturunkan dari surganya Allah SWT.

Dalam konteks kisah Nabi Ibrahim AS, dimana Ismail AS adalah anak laki-laki yang paling dicintai hingga tidak rela jika kehilangan sang buah hati karena tindakan ceroboh. Namun tindakan Ibrahim AS yang dianggap ceroboh dengan menyembelih anaknya justru ujian berat yang harus diselesaikan. Kemudian Allah SWT memberikan gantinya berupa domba untuk disembelih sebagai keberhasilan ujian.

Karya Monumental Ali Syariati berjudul “Rahasia Haji” menceritakan kisah teladan Ibrahim AS dan Ismail AS jika dikorelasikan apa yang kita cintai hari ini dan selamanya, bisa berupa jabatan, kehormatan, kekayaan, profesi, kecantikan, ketampanan, status sosial serta keluarga. Semua itu hanyalah titipan yang harus kita syukuri karena terkandung nilai-nilai ujian dari Allah SWT. Kita dalam kondisi  apapun artinya siap atau tidak siap harus berani rela berkorban untuk kehilangan/pasrah hingga iman semakin kuat mengharap ridlaNya.

Orang beriman pasti imannya diuji
Membayangkan kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari tentu sangat sulit dan dianggap gila. Hanya orang tua yang sudah bodoh, gila dan psikopat jika menyembelih anak kandungnya sendiri alih-alih perintah Allah SWT. Namun kisah yang terlalu lampau era nabi tidak ada yang tidak mungkin terjadi karena atas ijin Allah SWT.

Firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah ayat 286, menjelaskan “Allah SWT tidak akan menguji hambanya diluar batas kemampuannya”. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT tidak memberikan beban kepada umatnya diluar kesanggupannya, janji Allah SWT kepada umatnya adalah tidak akan menguji dengan banyak ujian jika diluar batas kewajaran. Jadi  semua orang yang beriman yang tumbuh dari hatinya untuk bertaqwa pasti dalam perjalanan hidup akan mengalami kesulitan karena sesudahnya pasti akan menemukan kemudahan.

Dalam kisah diatas jika diidentifikasi aktor yang berperan adalah Ibrahim AS dan Ismail AS. Mereka dalam kacamata sejarah Islam bukanlah orang biasa melainkan manusia yang dipilih Allah SWT untuk menegakkan syariat agama di muka bumi. Bayangkan sekelas/maqamat di tingkat nabi pun, Allah SWT masih memberikan ujian yang sangat berat. Artinya perintah Allah SWT untuk Nabi Ibrahim AS agar menyembelih anaknya (Nabi Ismail AS) bukan hanya normatif tetapi penuh nilai-nilai ketaqwaan. Oleh karenanya kita sebagai umat manusia yang hidup era pasca nabi sebaiknya bersungguh-sunguh menerima ujian dariNya seraya menguatkan keimanan dan ketaqwaan.

Orientasi ke masa depan
Berkurban sebenarnya jika di analisa kritis mempunyai nilai pandangan yang jauh ke depan. Kita diajarkan tidak terkecoh dengan kesenangan, kebahagiaan dan keglamoran duniawi. Semua itu mempunyai durasi hanya sementara dan tidak akan kekal abadi. Hasil dari perjuangan jerih payah, kesulitan, dan pengorbanan hanya bagian proses untuk meraih kesuksesan, kemudahan dan cita-cita.

Kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS mengandung pelajaran agar senantiasa tabah, kuat, sabar dan ikhlas menghadapi kenyataan hidup yang berat, berliku-liku dan penuh masalah. Kita harus sanggup perlahan menunda berbagai macam kebahagiaan sedikit demi mencapai kesuksesan yang kekal dan besar di masa akan datang yaitu alam akhirat.

Oleh karena itu, datangnya Bulan Idul Adha yang penuh dengan nilai filosofis dan religius. Kita manfaatkan momen setahun sekali untuk selalu meneladani ghirah Nabi Ibrahim AS rela berkorban untuk Allah SWT serta Nabi Ismail AS yang taat, sabar dan ketulusan menjalani ujian yang sangat berat.

Seyogyanya segala ujian yang dilimpahkan kepada umat manusia sebagai bentuk sayang dan kemesraan Allah SWT kepada orang yang beriman. Sekedar memperlambat kesenangan duniawi akan meperoleh kebahagiaan dunia akhirat karena dimensi kekal muncul setelah dimensi fana.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1444 H.

*Penulis adalah Pengajar di IAIN Salatiga

Share: