Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Belajar Ekonomi Keumatan pada Momentum Kurban

Oleh: Ozi Setiadi*

Idul Adha merupakan sebuah momen penting bagi umat Muslim. Momen ini selalu ditandai dengan pemotongan hewan kurban sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah agama, sekaligus menghidupkan sunah nabi Ibrahim As. dan rasulullah Muhammad Saw. Kurban yang sarat akan nilai-nilai ibadah itu dilakukan tidak hanya oleh satu atau dua orang saja, melainkan oleh seluruh umat Muslim di dunia yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk berkurban. Kurban tidak jarang dilakukan lebih dari satu kali oleh orang yang sama. Melibatkan banyak orang, misal satu ekor sapi secara bersama. Oleh karenanya, kurban tidak hanya dapat dilihat dari kacamata ritual peribadatan, tetapi juga banyak aspek, seperti sosial dan ekonomi.

Aspek sosial tentu sudah banyak diketahui, sebab daging kurban memang utamanya ditujukan bagi kalangan sekitar, yakni bagi para penerima zakat dan mustad’afin (orang-orang yang lemah). Lemah ekonomi, lemah dalam mendapatkan akses seperti kesehatan sebab kekurangan gizi karena tidak memiliki kemampuan untuk mencukupi kebutuhan makan 4 sehat 5 sempurna. Akan tetapi, aspek yang tidak kalah penting dan sejatinya memiliki rantai produktif adalah aspek ekonomi. Kurban memiliki dampak ekonomi yang tinggi. Tidak hanya itu, apabila dipahami dan digerakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang luas bagi kehidupan. Tulisan ini akan mengulas tentang rantai produktif ekonomi yang dihasilkan melalui kurban.

Perintah kurban yang disandingkan dengan perintah sholat menandakan bahwa kurban merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh umat Muslim (QS. Al-Kutsar [108]: 2). Kurban memiliki makna strategis sebab melibatkan banyak orang dalam prosesnya. Kurban tidak bisa dilihat hanya pada saat proses pemotongan dan pembagian daging kurban kepada penerimanya semata. Lebih dari itu, melihat kurban dimulai dari proses pemilihan, pembibitan, pembudidayaan, pengolahan, pendistribusian, dan konsumsi. Bila disederhanakan keseluruahan proses tersebut, berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun, terbagi dalam produksi, distribusi, dan konsumsi. Semua proses ini memerlukan waktu yang panjang dan melibatkan berbagai pihak. Hal ini tentunya menjadi mata rantai ekonomi yang bermanfaat tidak hanya bagi satu orang, tetapi juga orang banyak.

Proses produksi memiliki prioritas kebutuhan, yakni memperhatikan aspek keadilan, aspek sosial kemasyarakatan, serta memenuhi kewajiban zakat dan lainnya. Produksi tersebut dapat dimulai dari hal yang pertama, yakni pemilihan. Hewan kurban sebagaimana disyaratkan dalam ajaran Islam memiliki kriteria khusus. Keabsahan dan sunnah adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang hendak melaksanakan kurban. Artinya, tidak semua hewan dapat dikurbankan, dan tidak semua orang dapat berkurban. Ketentuan-ketentuan yang ada harus dipenuhi agar kurban dapat bernilai. Khusus, bagi hewan kurban, pemilihan hewan kurban perlu dilakukan secara profesional. Mulai dari induk yang baik serta pendukung yang lain. Kualitas induk hewan kurban yang super akan menghasilkan bibit hewan kurban yang baik. Butuh bantuan orang-orang yang profesional dan berpengalaman dalam hal ini.

Pengetahuan dan pengalaman dokter hewan, misalnya, tentu dibutuhkan. Keilmuan yang dimiliki oleh seorang dokter hewan dapat bermanfaat dalam pemilihan hewan kurban. Pemanfaatan jasa dokter hewan dalam proses pemilihan induk hewan kurban tentu bernilai ekonomi. Kecenderungan masyarakat modern yang tidak hanya menginginkan hewan kurban yang besar, tetapi juga sehat membutuhkan penilaian dari orang-orang yang ahli. Oleh karenanya, dokter hewan dapat terlibat dalam hal ini. Tidak hanya sebatas pemilihan, lebih dari itu, dokter hewan dapat terlibat dalam pemantauan kesehatan hewan kurban mulai dari pemilihan hingga daging hewan kurban yang siap diolah dan dikonsumsi.

Kedua, pembudidayaan. Bibit-bibit hewan kurban yang baik akan dibudidayakan dan dikembangbiakkan oleh para peternak. Pembudidayaan tentu memakan waktu dan proses yang tidak sebentar. Proses yang panjang menuntut pemeliharaan menyeluruh yang meliputi pemberian pakan hingga perawatan yang sesuai. Semua ini melibatkan para pekerja yang menggantungkan kehidupannya dengan bekerja sebagai pembudidaya hewan kurban. Tidak hanya itu, pakan hewan kurban yang diproduksi secara alamiah seperti rerumputan, mapun pakan-pakan anorganik adalah kebutuhan pokok yang harus disediakan. Penyedia pakan hewan kurban tentu memandang hal ini sebagai sebuah peluang usaha yang intinya dapat memberikan keuntungan ekonomi.

Ketiga, pengolahan. Daging kurban kini tidak hanya diberikan kepada lingkungan tempat tinggal sekitar, tetapi telah menjangkau ke luar negeri. Terlepas dari perdebatan fiqh tentang boleh tidaknya daging kurban diberikan kepada saudara-saudara di luar daerah tempat tinggal, pengolahan daging kurban telah dilakukan secara modern seperti menjadi kornet, abon, dan lainnya yang memiliki masa kadaluwarsa yang lama dan praktis. Proses produksi berbagai bentuk olahan daging tersebut tentunya memberikan dampak ekonomi bagi produsen olahan makanan, dalam hal ini daging hewan kurban. Bisa dibayangkan betapa banyak orang yang akan terlibat dalam pengolahan tersebut dan siapa saja yang mendapatkan keuntungan ekonomi atasnya. Tentu tidak sedikit.

Pendistribusian sebagai point penting dalam ekonomi tentu terlibat dalam proses kurban. Kementerian Pertanian melansir bahwa kebutuhan hewan kurban pada tahun 2018 mencapai 1.504.588 ekor yang terdiri dari 462.399 ekor, kerbau sejumlah 10.344 ekor, kambing 793.052 ekor, dan domba sebanyak 238.853 ekor. Artinya, pendistribusian hewan maupun olahan daging kurban sangat tinggi. Ini melibatkan jasa transportasi baik darat, laut maupun udara. Rantai ekonomi yang terbangun dari distribusi tersebut tentu berjumlah besar. Pendapatan pelaku jasa transportasi hewan kurban dipastikan meningkat menjelang idul adha. Sebab pengangkutan yang berasal dari daerah hingga luar negeri seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, hingga Australia.

Terakhir dari proses ekonomi adalah konsumsi. Konsumsi hewan kurban juga berdampak ekonomi. Ini dikarenakan rantai akhir dari siklus ekonomi adalah konsumsi. Jumlah konsumen yang meningkat akan menghidupkan ekonomi. Hal ini dapat dipahami melalui teori ekonomi yang sederhana, dimana permintaan yang tinggi mengakibatkan harga naik. Artinya, semakin banyak konsumen yang mengkonsumsi hewan kurban, maka kebutuhan hewan kurban akan meningkat. Jual beli hewan kurban pun berbanding lurus. Akhirnya, meningkatkan pendapat ekonomi.

Memahami penjelasan di atas, maka dapat dipastikan bahwa kurban memiliki mata rantai ekonomi yang produktif. Melibatkan banyak orang yang secara kolektif berkontribusi dalam kurban. Oleh karenanya, kurban merupakan sebuah ritual yang memiliki dampak ekonomi keumatan yang bermanfaat secara luas.

*Pusat Studi Komunikasi dan Politik (PUSKOPOL) Kudus & Dosen Politik Islam IAIN Kudus
Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *