Oleh: Miftahul Arifin*
Sejak beberapa pekan terakhir hingga kini masyarakat di belahan dunia dihebohkan permainan baru bernama Pokemon tak terkecuali Indonesia. Game online buatan Nintendo itu telah menyedot perhatian publik. Jamak orang penasaran dan tak mau ketinggalan informasi. Pokemon menjadikan banyak orang bertanya-tanya: apa bagaimana dan mengapa Pokemon diperbincangkan.
Pokemon menjadi trending topik di masyarakatkat dan media sosial. Dari mulut ke mulut, tulisan kecil di facebook, atau tulisan sok serius yang dibuat guna menaikkan ratting media online tidak lepas dari topik Pokemon. Hanya dalam waktu 0,30 detik mesin pencari google membeberkan 36.900.000 tulisan dengan kata kunci “Pokemon”. Sementara dengan kata kunci “Berita Pokemon” mesin pencari google membeberkan 4.870.000 tulisan dalam waktu yang sama.
Perbicangan seputar Pokemon mengalahkan isu hangat nasional seperti vaksin palsu, berita terorisme atau berita bom. Bahkan ia mengalahkan hangatnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan bapak presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Dalam waktu 0,32 detik dengan kata “Berita Ahok” google hanya membeberkan 921.000 tulisan. Jokowi lebih rendah yaitu hanya 813.000 tulisan dalam kurun waktu pencarian 0,43 detik.
Sementara berita vaksin palsu ditemukan google sebanyak 1.700.000 tulisan dalam waktu 0,41 detik, berita bom sebanyak 597 tulisan selama 0, 37 detik, dan berita teroris hanya 501.000 tulisan dalam waktu 0, 36 detik. Riset ini dilakukan Senin (18/7) malam sekitar pukul 22.36.
Dari kecelakaan hingga fatwa
Kini Pokemon tak sekadar perbicangan soal permainan berburu. Pokemon telah mencipta kesenangan sekaligus kesusahan, sedih dan luka. Di Florida, dua remaja ditembak karena dikira maling oleh warga. Dua remaja itu berburu Pokemon pada malam hari. Beruntung peluru senapan meleset. Pihak kepolisan Florida lantas menggunakan insiden ini untuk menerbitkan pedoman bermain game secara aman bagi remaja dan orang tua.
Gara-gara Pokemon pula sepasang kekasih hampir terlibat perampokan di Australia. Nasib malang juga dialami salah satu warga Amerika yang menabrak pohon karena kehilangan konstentrasi saat nyetir akibat berburu Pokemon.
Tak senang dengan Pokemon, di Arab Saudi muncul fatwa pengharaman Pokemon. Fatwa dikeluarkan mufti Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh. Pokemon tak boleh diamainkan karena dikawatirkan mempengaruhi akidah. Sebab, dianggap sebagai startegi yahudi merusak akidah umat Islam. Dari makna kata, Pokemon berarti “aku yahudi” dan Pikachu bermakna “jadilah yahudi”. Sedangkan Charmender bermakna “tuhan itu lemah”. Kata-kata itu dinisbatkan pada bahasa Suryani(ABCNews dihimpun KompasTekno, 18/7/2016).
Fatwa muncul setelah puluhan tahun Pokemon dilahirkan ke dunia. Tak bermaksud mencurigai, mufti Aziz nampaknya cukup lihai memanfaatkan momentum bumingnya Pokemon. Pelarangan Pokemon bukan sekadar di permainan game. Melainkan permainan lain semisal kartu Pokemon.
Di Indonesia cerita Pokemon diburu hingga ke kantor-kantor kepolisan dan Komando Distrik Meliter (Kondim). Seandainya pemburu Pokemon di tanah air punya nasib sama dengan dua remaja di Florida kemungkinan besar mereka tak bakal selamat dari serangan senjata api. Karena tak mungkin kelompok terlatih seperti polisi dan TNI salah sasaran saat menembak.
Jika nasib pemburu Pokemon bernasib sama dengan lelaki di Amerika kemungkinan besar mereka juga tidak akan selamata dari kecelakaan. Kalau tidak menabrak trotoar mereka akan menabrak pohon mengingat di sepanjang jalan di Indonesia tak sedikit pepohonan. Pun jika Pokemon diburu sambil berkendara di perumahan di gang gang maka bukan tidak mungkin pemburu Pokemon akan terpental mengingat banyak polisi tidur di gang atau jalan perumahan.
Lebih dalam lagi, Pokemon ditanggapi serius oleh salah satu dekan perguaran tinggi di Yogyakarta. Tulisan yang diklaimkan pada Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Prof. Dr. Tina Afiatin, M. Psi itu tersebar di media sosial seperti Facebook dan Watshap. Game Pokemon dianggap sebagai perangkat intelejen yang berbalut permainan. Dia sengaja dibuat karena kepentingan tertentu terutama menyangkut keamanan suatu negara.
Menurutnya Dr Tina, Pokemon dibuat untuk merekonsilisasi data citra fisik. Tujuannya untuk memetakan wilayah saat game tersebut digunakan. Dengan perangkat googel map, google earth, fitur kamera dan data seluler pengguna, wilayah bisa dengan mudah dipetakan. Apalagi jika seluruh orang di suatu negara rama-ramai menggunakan Pokemon. Apalagi jika pejabat di Indoensia seperti presiden Jokowidodo, Ahok, Risma, Fadlizon, Mahfud MD, Ridwan Kamil sampai penjabat tingkat RT di desa-desa juga menggunakan.
Antara Bisnis dan Strategi Serangan Virtual
Jika penjabaran Dr Tina benar maka kekhawatirannya perlu dihargai. Seiring bertambahnya pengguna Pokemon berati secara lambat laun sistem pertahanan Indonesia semakin terancam. Negara yang berkepentingan dengan Indonesia bisa dengan mudah memetakan wilayah dan megatur strategi untuk melancarkan aksinya. Serangan boleh jadi sosial, politik, budaya atau pemerintahan. Kehancuran semakin nampak di depan mata karena undang-undang IT tidak mengatur pelarangan pemblokiran aplikasi sejenis Pokemon.
Di satu sisi terus bermunculan pengguna game Pokemon. Popularitas Pokemon bisa dilihat salah satunya dari peningkatan saham Nintendo setelah peluncuran Pokemon. Dilansir oleh Associted Press saham Nintendo naik 20 persen lebih. Nilai saham Nintendo naik tajam dari 3.310 yen menjadi 19.580. Pokomen juga telah merajai toko-toko aplikasi App Store, iPhone dan Google Play Android hanya beberapa hari sejak peluncurannya di AS, Australia dan Selandia Baru.
Kenyataan ini menyimpulkan tiga hal pokok. Pertama, Pokemon lahir karena kepentingan intelejen. Kedua, Pokemon lahir semata kepentingan bisnis. Ketiga, Pokemon lahir karena keduanya. Di sela-sela kepentingan berbisnis juga ada kepentingan intelejen yang dibalut dengan kepentingan bisnis. Ibarat pribahasa, sekali dayung dua pulau terlampaui.
Pokemon, Tekonologi dan Kebudayaan
Pemburu Pokemon tentu tak mau tahu apa maksud dan dibalik permainan Pokemon. Yang mereka ingin tahu barangkali hanya dimana Pokemon dan para monster untuk kemudian mencarinya demi hobi atau kesenangan. Tak ayal mereka rela berburu lintas rumah, lintas jalan, lintas desa bahkan lintas kabupaten atau kota. Yang merasa lelah berjalan kemudian menggunakan motor atau menyewa tukang ojek. Kenyataan ini masih tampak wajar jika dibanding dengan orang yang dipecat dari kerjaannya atau meninggal gara-gara berburu pokemon.
Sebagian mengkalim Pokemon menambah kedekatan satu sama lain. Mereka kemudian berburu Pokemon bersama-sama. Dalam waktu bersamaan Pokemon telah menjadikan penggemarnya lebih berbudaya sekaligus tak berbudaya karena gagal memanfaatkan teknologi.
Salah satu tokoh filsafat Amerika Don Ihde memiliki pandangan relevan dengan fenomena Pokemon, teknologi dan kebudayaan. Dalam buku berjudul Filsafat Teknologi, Tenantang Manusia dan Alat, Ihde menyebut bahwa semua jenis teknologi tetanam dalam budaya. Satu alat teknologi yang sama dalam konteks budaya tertentu bisa berbeda pemaknaanya karena penggunaan teknologi berubah mengikuti budaya yang menerapkan. Penggunaan teknologi akan menjadi stabil jika hasilnya juga berdampak stabil (Francis Lim, 2008).
Budaya ketimuran bangsa ini sama sekali tak menyebut baik orang meninggalkan etika demi sebuah permainan. Sebaliknya budaya bangsa menerima seluruh budaya luar yang masih relevan. Jika karena Pokemon seseorang lupa daratan maka tak mungkar jika kita menyebut bahwa “masyarakat” pokemon telah gagal dalam berkebudayaan.
Namun, jika yang terjadi sebaliknya, perlukah kita mengapresiasi siapa pun yang karena Pokemon jalinan sosialnya semakin baik?